Erfan's Story
Enam tahun lalu, perempuan dengan tatapan mata kosong itu memasuki ruangan kantorku. Ini adalah sesi interview terakhir calon karyawan, sebelum nanti salah satu dari mereka akan menemui HRD untuk diberikan penawaran. Dari kesan pertama, rambutnya yang dicat cokelat terang, bajunya yang masih khas anak kuliahan, serta tatapan kosongnya yang sangat mengganggu, 80% aku sudah yakin akan menolak calon karyawan ini.
Namanya Raya Hananda Leila. Ia adalah calon karyawan terakhir yang akan kuwawancara hari ini. Energi dan emosiku sudah cukup menumpuk melihat kelakuan dan ketidaksopanan para calon karyawan sebelum ia masuk. Jadi rasanya, ia hanya sedikit sial akan menghadapi 'The Burden Erfan' saat ini.
Saat ia duduk di hadapanku, aku tidak melihat adanya ketegangan di matanya. Aku meminta izin dua menit untuk membaca CV-nya. Ia mengangguk dan menatap 'ideas board' yang ada di ruanganku. Lulusan universitas biasa saja, dengan nilai yang biasa-biasa saja, tanpa pengalaman organisasi apa pun. Tapi bagian portofolionya cukup membuatku bersiul, karena ia beberapa kali mengerjakan project pribadi, mendesain rumah keluarga dan kerabatnya. Not bad. She definitely has a taste.
Tapi karena aku yakin, calon karyawan nomor dua tadi jauh lebih baik dari perempuan ini, dan aku juga sudah yakin akan meng-hire si calon karyawan nomor dua tadi, so I think, I just wanna have fun with this interview. I'm sorry, Kiddo.
"Jadi, selama dua menit merhatiin ideas board saya, apa yang kamu dapat?" tanyaku, basa-basi.
Ia mengalihkan pandangan dari ideas board kepadaku. Tatapannya masih kosong, tapi apa yang ia bicarakan, mungkin tidak pernah terpikirkan dalam skenario di kepalaku.
"Vintage is not always about the old things. It never always about the wood. Desain Bapak lebih ke hard rustic dibanding vintage," jawabnya datar.
Aku menoleh ke arah ideas board yang telah kutempeli dengan beberapa sketch vintage untuk rumah Peter Gautama, orang kaya baru yang ingin rumah barunya di daerah Kemang bernuansa vintage.
"So you think my design is a mistake?" tanyaku menantang.
"No, you are the creative manager. It's impossible you made a mistake," jawabnya tenang, datar, tapi dengan nada yang terdengar menyindir secara kasar.
"Oke, anggap saya terima kamu untuk bekerja di tim kreatif. Project rumah vintage itu, saya serahin ke kamu sebagai project pertama. What will you do?"
"Check client's personal background."
"Maksudnya?"
"Peter Gautama. Sebulan ini semua tv dan infotainment selalu memberitakan soal dia. Orang yang kaya mendadak karena aplikasi buatannya dibeli salah satu organisasi dunia. Vintage di mata orang yang mengerti vintage, akan sama visualnya dengan sketch Bapak. Vintage, di mata orang kaya baru, adalah vintage keindahan dan kemewahan, yang mungkin dia lihat di majalah..."