From now to 1414 years ago

Dinda Kusuma Ati
Chapter #13

Epilog


Ia adalah Alisya, penulis surat kecil yang begitu indah sekaligus menjadi ironi paling nyata yang diabadikan dalam gambaran pena seorang anak muda belia.

Ia yang belum mengenal apa itu tamak, gengsi, gaya hidup dan segala hal material keduniawian.

Ia dengan keterbatasan pengetahuan yang belum bercampur aduk dengan rumitnya kompleksitas dunia.

Ia gadis kecil yang menggenggam hal hal dasar dari pengetahuan dunia dan agamanya yang mulai mengolah dan mengekspresikan isi kepala di sepanjang perkembangan usianya.

Ia, Alisya. Gadis kecil yang mengenal Tuhan adalah Tuhan penuh cinta dan Nabinya yang ia kenal cerdas serta penuh kelembutan.

***

Dan ia juga Alisya, gadis kecil yang sampai hembusan nafas terakhirnya selalu hidup dalam angan dan harapan yang ia ciptakan untuk berusaha bertahan.

Ia Alisya, gadis kecil yang baru benar benar sadar akan kenyataan dari hidupnya yang malang.

Ia Alisya, menonton cuplikan seluruh kisah hidupnya di detik detik terakhir hembusan nafasnya ketika perutnya kelaparan di gubuk kecilnya.

***

Alisya, gadis kecil yang kini ia benar benar tahu bahwa ia selama ini memang hidup dalam ironi yang sangat menyedihkan.

Ia akhirnya tersadar bahwa ia selama ini belum memiliki nama, Ia terbuang sedari beberapa jam setelah ia dilahirkan, ia diasuh oleh seorang nenek yang hidup di gubuk kecil, makan seadanya, tumbuh seadanya, tidak mengaji, tidak sekolah, yang tiap hari hanya pergi membantu sang Nenek mencari daun singkong dan kayu bakar untuk makannya sehari hari.

Alisya kini mengerti, sepanjang hidupnya dan kisah indah yang tersaji tentang Ayah, Bunda dan kehidupan cerianya di sekolah itu adalah imajinasinya setiap hari.

Gadis yang selalu dan selalu berangan angan bisa merasakan kehidupan yang dijalani oleh anak anak normal di usianya.

Gadis yang bahkan ia tak tahu siapa ayah, bunda atau namanya.

Orang orang memanggilnya dengan sebutan "nduk" atau kamu saja.

Tapi surat surat Alisya itu adalah nyata, segala aksara dan buah pikir indahnya itu nyata adanya. Ya, mungkin hanya itu saja yang nyata, yang lain adalah imajinasi loncat loncat dari gadis kecil itu saja yang berusaha ia teguhkan setiap harinya.

...

Alisya yang sebenarnya itu adalah gadis malang tanpa nama, tanpa ayah ibu, tanpa kehidupan yang layak seperti anak biasanya. Satu satunya hak berharga yang ia punyai hanyalah hati murni dan pikiran cemerlangnya.

Setiap pagi dini hari Alisya kecil itu pergi ke sekolah yang sepi di mana seluruh siswanya masih tertidur pulas.

Alisya berjalan seolah olah membayangkan ia pergi ke sekolah bersama dengan Sang Ayah lalu belajar dengan penuh bahagia.

Surat surat untuk nabi yang ia coba contoh itu pun ia tahu karena dia melihat ada surat surat kecil di mading sekolah yang ia temui setiap pagi buta. Lalu ia membayangkan ia belajar bersama ibu guru Melati dan juga teman temannya dengan penuh haru bahagia.

Ketika matahari mulai beranjak naik dan langit mulai terang, Alisya bergegas kembali ke gubuk kecilnya, meninggalkan sekolah itu yang akan didatangi oleh beberapa siswa siswa sepantarannya. Dan ia pergi menemui Simbah untuk membantu mencari kayu bakar serta dedaunan untuk dimasak menjadi lauk makan di sepanjang hari.

Lihat selengkapnya