Aku dan Woong Uk sampai di Belanda sekitar jam sepuluh malam. Sebelum pergi ke hotel tempat menginap, Woong Uk mengajakku untuk makan malam di sebuah restoran. “Apakah kamu sudah minta ijin pada keluargamu?” tanya Woong Uk di sela-sela makan. “Tentu saja. Entah bagaimaa ceritaya papa langsung mengiyakan permintaanku” jawabku sambil menikmati pannenkoek yang tinggal separuh. “Aku yakin keluargamu sangat menyayangimu” kata Woong Uk. Kalimatnya membuatku tersedak, untungnya aku sempat membeli air mineral sebelum masuk restoran. “Papa dan mama jelas menyayangiku. Tapi jangan lupakan kakakku yang menjengkelkan. Dia baik denganku karena terpaksa” kataku. Woong Uk hanya tersenyum tipis setelah mendengarkan ceritaku tentang Kak Venus. Bagaimanapun aku tidak terima kakakku dibilag baik. Ia sagat menjengkelkan. Ya, meskipun aku selalu membalas perbuatannya.
Selesai makan, Woong Uk membawaku menuju sebuah hotel yang sudah di booking sebelumnya. Sebuah hotel bintang empat dengan konsep ramah lingkungan menjadi pilihannya sebagai tempat menginap kami berdua. Letaknya sagat strategis karena berada di dekat Museum Square. Beberapa perabotannya terbuat dari kayu dan di dalam hotel tidak tercium bau kimia sedikitpun. Jangan lupakan interiornya yang mewah dengan desain unik, mungkin hotel ini hasil karya arsitektur ternama. Ternyata selera Woong Uk lumayang juga.
“Aku memesan dua kamar untuk kita. Tenang saja, aku bukan lelaki brengsek asalkan kamu tidak berpikiran kotor” kata Woong Uk setelah melakukan chek-in. “Apa maksudmu asalkan aku tidak berpikiran kotor? Jangan anggap aku gadis murahan!” katkaku sengak. Di mataku, tiba-tiba Wong Uk terlihat ngeri saat tersenyum. Semoga saja dia tidka melauan hal gila. “Jangan menatapku begitu. Aku bukan monster yang akan menerkammu kecuali kalau dagingmu benar-benar enak”. Woong Uk mendekatkan wajahknya sambil menyeringai, wajahnya benar-benar seperti monster. Aku memejamkan mata berharap semua akan baik-baik saja.
Tiba-tiba cethak…! Jentikan jari Woong Uk beradu dengan keningku yang lebar dan menimbulkan sebuah suara. “Aw! Sakit, bodoh. Kamu pikir aku ini boneka tanpa nyawa dan rasa? Jangan semena-mena denganku, atau akan aku laporkan pada papaku. Papaku bekerja di kedutaan RI di sini” tentu saja aku berbohong. Aku hanya berniat menakut-nakutinya saja. Biarlah, toh dia belum tahu latar belakang keluargaku. Dia tidak akan tahu kalau sebenarnya aku sendiri di sini.
“Sudahlah, sudah malam. Lebih baik kita tidur agar besok bisa menimati udara pagi pertama di Belanda. Kalau kamu butuh sesuatu, bilang saja padaku” kata Woong Uk. Lalu ia masuk ke kamarnya setelah menunjukkan letak kamarku. Orang Korea yang aneh memang. Kadang baik banget, akan berubah jadi monster. Eh, tapi dia bukan kanibal, kan? jangan-jangan dia mengiming-imingi dengan perjalanan lalu akan memakanku? Ah, bodohnya diriku!
***