Sementara aku melongok di hadapan pesan itu, bel masuk berbunyi.
Pelan tapi pasti, barisan murid mulai masuk ke dalam kelas. Segalanya bergerak di sekelilingku. Namun aku sendiri, terjebak dalam celah dimensi yang konstan. Tidak bergerak maju atau pun mundur. Sementara semua pikiranku terhisap ke dalam layar ponsel yang menampilkan pesan aneh dari seseorang yang bahkan tidak mengucapkan salam yang ramah atau berbasa-basi.
Pesan tulisan tanpa nada bisa menimbulkan banyak persepsi. Jauh lebih banyak dari sekadar suara. Dan dengan kata-kata yang seperti itu, akan ada lebih banyak variasi persepsi dari para penerimanya.
Khusus bagiku, pak Tata terdengar tidak senang dengan keadaan ini.
Tapi, apa-apaan itu? Apa salahnya dengan kurir perempuan? Kenapa tulisannya terlihat seolah dia mempermasalahkan jika ada kurir perempuan mengantar paketnya?
Ah, tidak, Tia.
Aku menggelengkan kepala. Mencoba menyegarkan pikiran. Menghalau prasangka buruk.
Tidak mungkin begitu. Mana mungkin ada seseorang yang berpikiran sesempit itu di jaman yang sudah serba modern seperti ini kan? Terleaps dari dia perempuan ataupun laki-laki, mempermasalahkan jenis kelamin di kerjaan agak begitu—
Satu pesan masuk lagi di grup chat itu. Dari Pak Kevin.
Pemilihan kurir ini berdasarkan presentasi keberhasilan pengiriman dan penilaian para customer pak. Jadi walaupun perempuan, kami yakin Mbak @Tia dan Pak @Indra bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Kami berani jamin.
Kali ini aku menyumpah serapah dalam hati. Pak Kevin dan kebiasaan buruknya yang suka sekali janji manis. Jangan sampai aku kena masalah karena ini.
Jaminannya?
“Sialan.” Aku tidak lagi bisa menahan serapah dan Eva di sebelahku pun melotot. Aku bisa merasakan tatapannya menusuk, tapi kuabaikan semua hal di sekeliling kami, termasuk guru yang baru saja masuk ke kelas dan hendak memulai materi.
“Pst, Tia! Umpetin dulu tuh ponsel. Nanti disita, gimana? Lo nggak bisa kerja kan?”
Kurespons peringatan itu dengan menjatuhkan kepala ke meja, berpura-pura tampak sakit atau tertidur untuk menghindari tatapan guru.
“Ish, ini anak! Nanti malah disamperin, baru tau rasa lo!”
Aku mendesis, berusaha mendiamkan Eva. “Ada masalah lebih penting dari sekadar nilai di raport yang tidak bisa mendatangkan uang di sini!
Satu chat masuk. Aku keluar dari grup itu sejenak. Satu pesan masuk dari Pak Kevin.
Tia, kamu bisa urus pengiriman Frontier kan? Saya rekomendasiin kamu karena selama ini kamu nggak pernah mengecewakan.
Aku menggaruk-garuk kepala. Pertanyaan yang membingungkan. Aku ingin sekali menolaknya, tapi dipercayai begitu besar oleh atasan beraroma segar uang yang banyak dan bonus. Mana mungkin aku menolak kesempatan ini kan?
Saya sanggup pak. Untuk jangkauan pengirimannya ke mana saja, Pak?