FULAN

prana sulaksana
Chapter #1

PROLOG




"Adalah setiap abjad dalam buku ini berterima kasih dan merekahkan senyumnya yang paling hangat, teruntuk siapapun yang menemaninya sampai kata terakhir."




PROLOG

Mimpi itu lagi?

“Hah kenapa ini?” tiba-tiba aku terbangun dan tak sadar mataku menitikan air mata, lagi-lagi ..terulang lagi, mimpi tentang Pesantren itu lagi. Aku tak mengerti, benar-benar tak mengerti, maksudku, kenapa seolah-olah tak ada mimpi lain… umurku sudah 26 tahun, aku sudah pernah sekolah di tingkat Aliyah, juga sudah pernah sarjana dari Universitas. Tapi kenapa mimpiku selalu tentang MTs di Pesantren itu lagi? Lagi ..dan lagi…? Apa yang sebetulnya tertanam di alam bawah sadarku? Mimpi yang terus-menerus berulang, berkesan memang, namun …kenapa mimpi itu yang paling sering? Adakah dendam yang belum terbalaskan? Atau penyesalan yang terus-menerus muncul? Ah aku tak tau ..apa kalian pernah merasakannya? Mimpi masa kecil yang terus berulang ? atau hanya aku? Jika kalian tau, kira-kira kenapa aku? Tolong aku!.

               Sudah beberapa tahun terakhir ini aku sering sekali bermimpi tentang pesantren itu, bahkan beberapa kali aku terbangun dalam keadaan menangis atau tertawa. Kadang aku tidak bisa tertidur karena tiba-tiba terbangun gara-gara mimpi itu dan kemudian kesulitan untuk melanjutkan tidur. Hal ini sungguh sangat menggangguku, akhirnya berdasarkan saran dari orang-orang di sekitarku, aku pun memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter ahli saraf yang terbiasa menangani pasien dengan kesulitan tidur, insomnia dan lain sebagainya. Aku disarankan ke dokter bambang yang cukup terkenal di daerah Holis Bandung.

               Aku pun bergegas menuju kliniknya. Yang ternyata jam 7 pagi sudah banyak yang mengantri. dan setiap pasiennya ternyata cukup lama pemeriksaanya, sekitar 45-60 menit.

               “Ibu sakit apa bu?” aku yang sedang bosan duduk mengantri, bertanya pada ibu-ibu di sampingku.

               “Ibu sakit stroke a” yang justru seorang perempuan yang sedang duduk menemani pasien di sampingnya yang menjawab.

               “eleuh ...udah berapa lama bu?” saya penasaran.

Lihat selengkapnya