FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #5

Ta'arruf

Kalau tak kenal maka? Mungkin kita menjawab ‘tak sayang’. Tapi di Pesantren berbeda, tak kenal maka Ta’arruf artinya berkenalan, dari bahasa Arab. Ta’arruf semacam MOS (Masa Orientasi Siswa) kalau di sekolah-sekolah umum.

Seperti halnya Masa Orientasi, kami pun santri baru dikumpulkan di lapangan:

“Santri baru rapatkan barisannya… cepat..cepat!!!” seorang panitia ta’arruf berteriak menggunakan toa yang dipegangnya.

“cepat lurus rapatkan barisannya !! RG di sebelah kanan saya, dan UG di sebelah kiri saya” lanjutnya.

“kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok, dan diberi waktu 10 menit untuk menamai kelompok kalian, dan membuat yel-yel” perintahnya tegas seperti seorang diktator.

Jujur aku waktu itu baru tau pertama kali konsep ospek, karena waktu SD mana ada ospek. Jadi aku kaget dengan panitia yang mayoritas galak-galak, atau sengaja membuat citra yang galak.

Kami sengaja disuruh berdiri di lapangan yang panas terik, sedangkan panitia dengan santainya duduk-duduk di tempat yang teduh di depan kami semua.

               Adapun pakaian kami, layaknya sebuah ospek, sudah seperti badut saja. Memakai topi dari kertas, memakai kalung dari rapia, dan memakai atribut-atribut lain yang diinginkan oleh panitia, yang kalau difikir-fikir, itu manfaatnya apa ya? Tapi sebagai sebuah kenangan, itu lucu dan asyik sih hehe

               “Kelompok empat sebelah sini …!!” teriak ketua kelompok empat, yang itu kelompok-ku.

               Aku pun bergegas menghampirinya…

               Ihsan, itu nama ketua kelompoknya. Seperti sindrome pemimpin, ia langsung mengatur-ngatur kami seenaknya. Tapi karena aku anak yang tak banyak bicara, aku ikut saja apa maunya di tengah-tengah perdebatan dengan anggota yang lain. Yah bukan perdebatan politikus di ILC, perdebatan anak usia 13 tahunan.. memperdebatkan hal-hal sepele.

               Kami pun digiring ke pojok lapangan, dan mereka bilang bahwa kita akan melewati kegiatan bersama-sama dengan kelompok.

               Tapi sebelumnya mereka membuat yel-yel dulu …

               “Oke semua, ikuti kakak yang di depan ya ..” kata seorang kakak yang berkulit sangattt putih, aku lupa namanya.

               “…tuk tuk tuk tuk …

Eupan usep cacing kalung disantok ku lele buntung, nyed eum nyed eum .. nyed ..nyed .nyed nyed, euyyyyy”

               Kita semua tertawa, karena merasa tergelitik dengan yel-yel yang aneh tersebut. Tapi tawa kita tidak berlangsung lama, karena kita dipaksa menghafalkan dan menyanyikannya setiap hari !!.

               Seingatku acara taarruf ini berlangsung 5 hari sampai hari Jum’at. Jum’at adalah hari spesial kami, karena hanya di hari itulah kami libur, libur sekolah. Tapi rutinitas ke pesantrenan yah tetap berjalan, tidak ada kata libur.

               Selain disuruh-suruh dan dibentak-bentak, ta’arruf sebetulnya adalah momen yang sangat seru, karena banyak permainan dan tantangan yang menyenangkan pada masa nya.

               Pada hari ke-3 taarruf, atau 2 hari sebelum berakhirnya acara ta’arruf panitia memberikan tugas pada kita.

               “kepada semua peserta ta’arruf untuk menulis surat kepada panitia ta’arruf tentang pesan kesan mengikuti ta’arruf ini, dikumpulkan besok”

               “Mengertiiii ?? mengertiiii? Mengertiii?” teriak panitia.

               “Mengertiiii …” teriak semua peserta.

               Pada malam harinya kami semua menulis surat yang harus dikumpulkan esok harinya. Senang rasanya bisa mencurahkan unek-unek kepada panitia selama ta’arruf ini. Aku pun menulis tentang kesan selama ta’arruf, kebanyakan adalah kesan yang baik, terutama kepada si Aa yang berkulit putih nan ramah, membuatku bersemangat waktu itu. Kufikir tak ada masalah menuliskan hal positif seperti itu. Awalnya kufikir seperti itu …sampai hari esok……

               Tibalah kami di hari terakhir ta’arruf, di sini adalah puncak acaranya. Kita semua ke-10 kelompok harus melakukan perjalanan ke luar pesantren untuk melewati pos-pos yang telah disediakan oleh panitia dan diatur supaya ada yang menjaganya 2 atau 3 orang yang galak-galak. Jadi ada sekitar 5 pos yang harus kami lewati, mungkin kalian sudah tidak asing lagi ya.

               Bagiku, dan bagi teman seangkatan tahun 2006, hari itu adalah pengalaman pertama kita diospek seperti itu. Oke, pesantren kita dikelilingi oleh gunung dan sawah yang luas sepanjang mata memandang, nah dan pos yang harus kita lewati mayoritasnya adalah pesawahan.

               “mau dibawa kemana kita ini ya?” kata seorang rekan grup.

               “kita bakal lewatin banyak pos dan tantangan” kata Aa Dali. Oh iya aku lupa menceritakan, bahwa setiap grup itu ada ketua dari peserta sendiri, dan ada mentor dari kakak kelas untuk membantu. Dan Aa Dali ini adalah mentor kita untuk tantangan kali ini, tapi itu tidak terlalu membantu, karena ia hanya bagian dari teman-teman panitia juga. Dia tidak akan berpihak kepada kita dan tidak akan membela kita sama sekali apabila dimarahi oleh panitia, ya terima sajalah itu memang konsepnya haha, apalagi kita hanya anak baru berusia sekitar 13 tahunan.

               “Rapihkan barisan, ayo kita ke pos 1” kata Aa Dali.

               “Kela a hayang ka cai hela (sebentar a mau ke air dulu)” kata si Pian, salah satu anggota kelompok.

               “Euh ya udah cepet, nanti kita ketinggalan” kata Aa Dali.

               Dan memang kelompok kita salah-satu kelompok yang ketinggalan dibandingkan kelompok lain.

               Sampailah kita di pos pertama, ada dua orang kakak kelas, tingkat Aliyah. Tinggi dan seperti biasa, memasang wajah yang garang.

               “Oke, kalian sedang berada di pos pertama. Silahkan jelaskan apa RG itu?”

               Aku mau menjawab dalam hati, tapi ya situasi seperti itu membuat kalian tidak berani bicara. Karena kemungkinan apa yang kita katakan akan selalu salah kan di mata panitia? Hehe

Lihat selengkapnya