FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #7

Jum'at yang dinanti-nanti

Apabila hari sudah menginjak hari kamis, dan kami pulang sekolah rasanya bahagiaa sekali... kenapa? Karena esok harinya adalah hari jum’at yang merupakan hari libur di kami. Ya, bukan minggu tapi jum’at lah hari yang kami tunggu-tunggu setiap minggunya. Maka otomatis... malam jumat kami seperti malam minggu bagi kami, malam jum’at pula kami diperbolehkan untuk menonton Televisi (TV),

     “Buru ..buru ka handap ka dapur ...(cepat ke bawah, ke dapur) ” Kata si Uki mengajak kami dengan bergesa-gesa dan bersemangat.

Kami sedang ada di asrama setelah beres Sholat maghrib. Biasanya setiap hari setelah maghrib kita ada kegiatan, baik membaca kitab, mendengarkan ceramah dan lain-lain. Namun lain halnya saat malam jumat tiiba, kami setelah sholat maghrib tidak ada kegiatan. Dalam satu minggu, malam yang kami bebas dari kegiatan yang begitu padat hanya malam jum’at saja. Ah rasanya nikmat sekali bisa menaruh sebentar semua penat setelah minggu yang begitu-begitu padat untuk ukuran anak 13 tahun yang masih memikirkan main dan main ...

“aya naon ari maneh (ada apa ai kamu) ?” Kata si Pandi.

“itu TV dibuka... hayu kita nonton ...” ajak si Uki sudah tak sabar.

“hayu urang ngilu ki (saya ikut)” saut si Fauzan

“Hati-hati jatuh eh ..jangan lari-larian” kata kak purwa.

Aku pun bergegas berlari ke bawah. Karena dapur waktu itu ada di lantai 1 tepat di bawah ruangan kamar kami yang berada di lantai 2.

Jadi TV itu disimpan di tempat makan, lebih tepatnya di dinding pojok sebelah atas agar terlihat oleh banyak orang. Ya tapi jangan berharap banyak. Waktu itu sinyal TV masih sangat lup-lep... kadang-kadang harus ada seorang yang berdiri memegang antena agar sinyalnya bagus.

“heup ..heup ..tah tah ...alus ...” kata seorang santri yang memerintah si pemegang antena.

“geus we cekelan kitu jang ...geus maneh cicing didinya (udah pegang aja di sana, kamu diam di sana)” sambil tertawa, diikuti gelak tawa yang lain.

“mbung ah urang ge sarua hayang lalajo ..(gak mau ah saya juga mau nonton)” jawabnya.

Kita harus berdesakkan paling depan, bahkan tak jarang ada yang naik meja agar bisa menonton TV.

“halik teu katingali sateh... cik atuh diuk (awas gak keliatan, duduk dong)” saut yang ada di belakang menegur orang yang sedang nonton TV.

Ya bayangkan saja ratusan santri, menonton sebuah TV yang relatif kecil untuk banyak orang, seingatku TV nya adalah TV tabung warna silver ukurannya kurang lebih 21 inchi. Dan dia disimpan di suatu wadah kotak dari seng atau besi, yang nantinya di luar hari jumat akan dikunci gembok agar tidak bisa ditonton di hari selain jumat.

Namun yah... namanya juga santri, mereka bisa saja mengakalinya. Dari mulai gemboknya dijebol. Sampai posisi tv nya digeser-geser agar bisa dinyalakan dan ditonton. Maka tidak lama setelah ketahuan posisi tv bergeser, maka tv itu di luar hari jumat dipindahkan di ruang kantor Naqieb (naqieb adalah pengurus asrama yang terdiri dari kelas 2 Muallimien, tapi ia khusus mengurus asrama).

               “pindahkeun eta kana SCTV! heeh eta rame FTV feleum duh ..” kata seorang santri meminta perhatian.

               “entong ketang ieu PERSIB sakedeng deui maen (jangan ini sebentar lagi PERSIB main)” sambut santri yang mayoritas suka bola.

               Pokoknya kalau ada tontonan yang berkaitan dengan sepakbola pasti lah ia pemenangnya. Karena meski kita santri dari berbagai daerah kecintaan kita pada sepak bola sangatlah kental. Herannya, dari manapun kita... meskipun dari luar bandung, tetap mendukung PERSIB BANDUNG. Bahkan orang Jakarta sekalipun, ya supaya tidak dimusuhi, tetap mendukung persib haha.

               Di sisi lain, malam jumat juga biasa dipakai santri untuk mencuci baju dan seragamnya, supaya esok harinya bisa dijemur. Karena sabtu-nya kita itu seperti hari senin di sekolah umum, harus sudah rapi sudah bersih. Apalagi ketika baiat (upacara) disatukan satu lapangan dengan UG.

               Biasanya tempat wudhu itu pasti penuh di malam jumat tau di jumat pagi, bahkan sampai harus mengantri di depan keran wudhu mesjid. Aku yang masih awam, baru lulus SD harus mencuci sendiri.. ya yang pasti aku tidak tau prosedur mencuci itu harus bagaimana dulu awal sampai akhirnya. Yang aku lakukan adalah meniru orang lain yang sedang mencuci.

               “gimana ya? Mulai dari mana?” aku kebingungan, begitu pun teman sekamarku yang lain.

               “oh harus pakai deterjen untuk merendam” gumamku dalam hati.

               Kemudian aku liat ke sudut yang lain, mencuci menggunakan sabun colek merk ekonomi warna kuning. Aku tanya waktu itu karena aku belum tau ..

Lihat selengkapnya