FULAN

prana sulaksana
Chapter #9

Mitos Asrama

Di suatu jum’at pagi, ketika kak purwa pulang ke Bandung. Ada seorang yang tinggi berkacamata dan wajahnya banyak jerawat menengok-nengok ke ruangan kami dari depan pintu kamar asrama kami yang setengah terbuka.

               “A purwa nya ada?” dia seperti sedang memastikan sesuatu.

               “Gak ada kak pulang” kata si Adam yang posisi kasurnya memang paling dekat dengan pintu.

               Dia kemudian tersenyum dan masuk. Dia seperti terlihat bukan mencari Kak purwa, tapi justru memastikan bahwa kak purwa tidak ada, sehingga dia baru berani masuk.

               “Hai ...” kata dia.

               “boleh masuk?” tanyanya

               “iya masuk aja a” kata kita semua.

               Kita pun berkenalan, namanya adalah Kak Alfin dia adalah santri kelas 1 Mu’allimien. Dia dari Jakarta, sehingga tidak bisa bicara bahasa Sunda dengan lancar. Kemudian dia dengan antusias mencuci otak-kami santri-santri baru dengan cerita-ceritanya. Dia tipe orang yang sangat ingin didengar dan diperhatikan, maka ketika kami tidak minta pun dia bercerita dengan sendirinya. Kami pun mendekatinya dan berkumpul di kasur bawahnya si Adam, karena paling dekat dengan pintu. Karena ekspresi wajah si Kang Alfin begitu serius.

               Dengan nada yang serius dan sedikit diseram-seramkan Kang Alfin bercerita ...

               “kalian suka merinding tidak pas masuk toilet asrama?” dia mulai dengan pertanyaan yang mengundang rasa penasaran anak-anak

               “eh iya kak bener banget,. Saya mah ngerasa...” kata si Uki antusias membenarkan.

               “ah maneh mah aya nu niup siah eta teh (ada yang niup)” kata si Pandi menakut-nakuti.

               “iya sih kang, aura nya agak berbeda” kata si Fauzan.

               “emang ada apa kang di sana teh?” si Adam menimpali penasaran.

               “ceritain jangan yah? Ah takutnya kalian jadi takut ke toilet” kata kang Alfin.

               “ceritain atuh kang ceritain....” kata kita semua penasaran dan dengan nada memohon.

               Kang Alfin tersenyum seperti orang yang merasa menang karena jual mahal kepada anak-anak.

               “jadi begini ...” dia memulai ceritanya.

               “dulunya pesantren ini adalah kebun jeruk yang sangat luas hampir 1 hektar. Kemudian dibangunlah pesantren ini,

               Nah.. konon katanya ‘penghuni asli’ kebun jeruk itu merasa terganggu dengan pembangunan pesantren dan juga aktivitas santri di pesantren ini” kata kang Alfin.

               “jadi mereka terganggu kang?” kata si Uki.

               “iya, dan kerajaan mereka itu ada di sekitar toilet asrama RG !” jawab kang Alfin.

Lihat selengkapnya