FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #11

Kasus

Pagi-pagi sekali setelah sholat shubuh kami, khususnya santri RG dikumpulkan semua di Mesjid. Tiba-tiba kepala Asrama kami, Ustadz Luki memasang wajah yang sangat serius. Ustadz Luki ini adalah putra dari pimpinan pesantren Kami, Ust.Zulkifli.

               “assalaamu’alaikum ....” kata Ust.Luki sambil memegang microphone mesjid.

               “waalaikumsalam..” jawab serentak seluruh santri RG yang berkumpul di Mesjid.

               “tadi malam telah terjadi kehilangan sejumlah barang dagangan, milik Ibu Rini” Ust.Luki langsung to the point. Biasanya beliau menyapa dulu santri-santri, menanyakan kabar dll. Tapi kali ini tidak, sangat terlihat beliau sangat marah.

               Jadi Ibu Rini ini masih dalam lingkungan keluarga Ustadz-ustadz yang ada disana, barang dagangan beliau pun disimpan di sebuah kios kecil dekat mesjid. Setahuku kiosnya ditutup dan digembok apabila sudah menjelang maghrib, dan siang hari baru mulai berjualan lagi.

               “Kami tim Asatidz dan Pengurus RG akan menindak siapapun yang berani melakukan pelanggaran, apalagi pencurian di lingkungan pesantren!” tegas Ust Luki.

               Memang kasus pencurian bukanlah hal yang aneh di lingkungan pesantren, bukan berarti mereka tidak tau aturan atau ajaran Islam yang melarang mencuri. Tapi ya kalau menurutku, lebih ke kenakalan remaja yang masih labil dan perlu bimbingan.

               Contoh saja ‘Sendal’ entah berapa puluh kali selama aku masantren kehilangan sendal. Dari mulai disimpen di depan mesjid, disimpen di asrama, semuanyna mudah sekali hilang. Untuk mengatasi itu, biasanya santri hanya menyimpan sebelah sendalnya di depan mesjid dan sendal sebelanya lagi disembunyikan di semak-semak dekat mesjid. Tapi tetap saja hilang.

               Nah kalau kali ini, sepertinya ada santri yang menjebol kios milik Bu Rini. Dan Bu Rini melapor ke pihak asrama untuk dilakukan investigasi.

               “saha nya sahanya? (siapa ya)” kami yang ada di Mesjid meskipun bukan pelakunya, merasa tegang dan takut. Karena setelah diumumkan itu oleh Ust.Luki, suasana asrama menjadi berbeda, pengurus RG pun terlihat sangat serius dalam mencari kebenaran kasus ini.

               Kemudian beberapa santri yang semalam berada di sekitar Kios Bu Rini pun mulai dipanggil satu persatu untuk diinterogasi.

               Ah tidak terbayang, bagaimana perasaan tegangnya diinterogasi oleh ustadz dan pengurus RG. Aku bayangkan dikelilingi oleh beberapa orang, dan pastinya sangar dalam bertanya. Aku berdo’a semoga saja namaku tidak pernah dipanggil ke ruangan interogasi.

               “Yunus kelas 1 Mts dipanggil ke Kantor RG!” dari pengeras suara asrama terdengar begitu lantang dan menegangkan.

               “hah si yunus terlibat?” kita yang mendengar panggilan itu berbisik-bisik.

               “kan bisa aja hanya jadi saksi” kata yang lain menimpali.

               Terjadi hening beberapa saat, mungkin sedang terjadi interogasi beberapa orang santri yang beberapa tadi sudah dipanggil.

               “Aldi kelas Takjiziyah, ke kantor RG sekarang” memecah keheningan sedari tadi, karena santri asrama ingin mendengar betul-betul siapa saja yang dipanggil.

               Wajah-wajah santri asrama tampak tegang, karena meski bukan mereka pelakunya. Tapi takut saja kalau nama kita dipanggil ke kantor RG.

               “sudah 6 nama dipanggil” kata si Adam, yang sedang bersama kami di ruangan. A Purwa tidak ada di ruangan, yang prediksiku beliau sedang di kantor RG bersama dengan pengurus RG dan juga Asatidz Asrama.

               Selang beberapa saat ...

               “Panggilan kepada Avisena ! ditunggu di kantor RG sekarang!” jantungku berhenti sejenak saking kagetnya. Dan aku pun tidak berani berkata apa-apa. Hanya memandang teman-teman yang ada di sampingku.

               “Sen...” kata teman-temanku melihat ke arahku yang sama kagetnya.

               Mereka juga bingung mau berkata apa padaku.

               “sekali lagi panggilan kepada Avisena kelas 1 Mts, ditunggu di Kantor RG sekarang!” panggilan dari pengeras suara, menggelegar. Seperti petir di siang hari, yang membuat lututku lemas dan gemetar.

               Apa salahku? Seingatku semalam setelah pulang dari mesjid aku langsung tidur. Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku terlibat pencurian itu? Ah semua fikiran itu mengganggu fikiranku.

               Aku beranikan diri melangkah, menuruni tangga untuk menuju kantor RG yang terletak di dekat gerbang pintu asrama. Rasa-rasanya aku ingin pingsan kataku. Aku tidak mau masuk ke ruangan itu. Atau aku kabur saja? Tapi kemana? Karena gerbang itu satu-satunya pintu keluar? Ah aku lemas...

               Kulangkahkan kakiku dengan ragu-ragu, mulai menuruni anak tangga, rasanya aku ingin diantar oleh siapapun, tapi temanku tidak ada yang mau mengantarku. Aku kemudian berjalan mendekati ruang RG. Kulihat pintunya yang tertutup rapat, mungkin sengaja agar tidak ada orang yang menguping pembicaraan. Ah kakiku semakin lemas, kuberanikan diri mendekati pintu itu dan mengetuknya.

               “tok tok...assalaamualaikum” kataku dari luar.

Lihat selengkapnya