FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #13

Razia

Selang beberapa hari, aku kirimkan surat balasanku kepada Iki yang selalu memenuhi kepalaku dengan senyumannya.

IDGHAM BILAGUNNAH

Bukankah semua temanmu sudah memiliki nama?

Biarkan aku menjadi 1 yang tak bernama

 

Aku ingin seperti nun mati di antara Idgham Bilagunnah

Tersembunyi, tapi setia menemani dalam indahnya Qur’an

 

Jangan katakan itu,

Kata-katamu sungguh sopan dan begitu baik untuk dibaca.

 

Kau boleh ceritakan apapun padaku,

Aku akan menjaganya seperti induk kangguru menjaga bayinya

 

Fulan

Garut, 2 November 2006

 

Kejadian aku yang bertemu Iki di Pengkolan itu cukup membuatku kaget, setiap kali ada Iki atau apabila dari jauh ada yang terlihat seperti Iki, aku langsung reflek menghindarinya. Sudah kubilang aku takut, aku malu, ya kau boleh sebut aku pengecut, karena kenyataannya memang seperti itu. Ditambah lagi setiap kali ada UG lewat dan melihatku, mereka seperti merasa jijik melihat penampilanku yang acak-acakan dan dekil waktu itu.

               Di siang yang sangat cerah, Garut tetap punya udara yang begitu sejuk. Dari luar kelas terdengar suara sepatu yang cukup banyak, dan membuat getaran ke arah kelas. Di antaranya aku yakin memakai sepatu pantofel, karena memiliki suara yang khas.

               Kami yang ada di dalam kelas menjadi penasaran... ada apa gerangan? Kenapa suasananya menjadi tegang? Ternyata ada beberapa Keamanan RG didampingi ustadz memasuki tiap kelas. Begitu pun kelas UG dimasuki oleh keamanan dari Pengurus UG dan didampingi oleh Ustadzah.

               “assalaamu’alaikum ....” kata seorang Ustadz

               “mohon izin mengganggu sebentar pelajarannya ...” ustadz tersebut meminta izin sebentar kepada ustadz yang sedang mengisi pelajaran. Tapi ustadz yang sedang mengajar pun sudah tau maksud dan tujuan kedatangan rombongan ini.

               “ya silahkan stadz” kata guru kami yang sedang duduk di kursi guru.

               “hari ini, sesuai agenda rutin dari pihak Asrama dan Pengurus RG. Akan ada razia lemari santri. Demi menjaga keamanan dan ketertiban” sontak saja kami semua kaget dan saling memandang satu sama lain.

               “aduh razia euy ...belum diamanin duh barang” kata seorang di belakangku.

               Aku mengingat-ngingat lagi...Aduh apa ya yang ada di lemariku? Apa aku menyimpan barang-barang yang dilarang? Aduhh ...aku lupa tulisan dan surat-suratku bersama Iki !! Ah aku lupa tidak menyembunyikannya terlebih dahulu.

               Kulihat semua santri terlihat panik ...dan berbisik-bisik dengan teman sebangkunya ...

               Kita semua tegang, suasana sungguh tidak kondusif..

               “silahkan kunci lemarinya dikumpulkan di depan!” teriak seorang Keamanan RG.

               “Cepattt !!” kata seorang keamanan RG yang lain.

               Satu-persatu santri pun maju untuk mengumpulkan kunci lemarinya, ah fikiran dan jantungku berdetak kencang tidak karuan. Aduh bagaimana ini ... aku tidak bisa kabur dari situasi seperti ini. Dan takutnya kalau aku tidak kasih kuncinya, aku takut lemariku didobrak.

               Dengan ragu-ragu aku melangkah ke depan dan memberikan kunci lemariku. Sambil memberikannya, dalam hatiku “Ya Allah aku pasrahkan diriku sepenuhnya pada saat ini, kepada penguasa langit dan bumi... kalau aku ikhlas ya Allah... aku ikhlas” mungkin seperti itu, seperti kata-kata Ust Adi Hidayat yang cukup viral hehe.

               Kemudian, semua santri telah mengumpulkan semua kunci lemarinya ...

               “terima kasih semuanya... nanti kunci lemarinya diambil di ketua ruangannya masing-masing” tutup pengurus RG sambil meninggalkan kelas kami.

               Sepanjang siang itu fikiranku tidak karuan, membayangkan lemariku akan diperiksa ... atau diacak-acak. Kemudian mereka membaca setiap puisi-puisi dan surat yang aku terima dari Iki. Ah tubuhku kemudian sedikit menggigil (panas dingin) saking tegangnya. Rasa takut, malu apabila ketauan tulisan dan surat-suratku. Terus bercampur aduk dalam fikiranku.

               Menjelang ashar, aku pun pulang ke asrama. Dengan perasaan was-was aku mencari Kak Purwa untuk mengambil kunci lemariku.

               Kulihat teman-teman sekamarku sedang sibuk mengecek lemarinya masing-masing. Melihat barang apa saja yang kiranya diambil atau dirampas dari lemarinya. Karena barang-barang yang tidak diperbolehkan di asrama, pasti langsung diambil oleh Keamanan RG dan Ustadz.

               Dan kunciku pun dititipkan oleh Kak Purwa kepada si Adam. Karena Kak Purwa sedang rapat dengan pengurus RG dan juga Ustadz pembina Asrama. Mungkin merapatkan hasil razia barang-barang santri, kabarnya banyak sekali barang yang dirazia.

               “euh peso nu urang eweuh ..(pisau ku gak ada)” kata si Pandi.

               “pisau apa ndi?” tanya si Fauzan.

               “pisau kecil, buat gaya-gaya an ...” jawab si Pandi

               “matakna jangan so gaya, jadi dirazia haha” kata si Uki. Diikuti tawa teman yang lain.

Lihat selengkapnya