FULAN

prana sulaksana
Chapter #14

THB

Aku yakin bagi generasi Z pasti cukup asing mendengar istilah THB. Tapi bagi yang lahir di era 90-an pasti sudah tidak asing dengan istilah ‘THB’, yaitu (Tes Hasil Belajar). Ya mungkin kamu sendiri yang membacanya sudah jarang sekali mendengar kata itu ya. Kalau kamu tau THB berarti kamu sudah cukup tua hehe canda.

Di akhir November itu sudah ada pengumuman untuk persiapan THB. Jadi kegiatan santri tidak begitu banyak lagi, semuanya fokus untuk menghafal. Meskipun sebagian besar santri ya sama aja, kebanyakannya aku lihat ...santri lebih banyak malah bermain, ya termasuk aku.

Di satu pagi di hari jum’at, ketika kak Purwa sedang tidak ada ruangan. Si Adam mengajak Kak Reza, kelas 3 Muallimien untuk masuk ke ruangan kita. Si Adam ini banyak sekali kenal dengan kakak kelas, cara membangun relasinya bagus sekali untuk ukuran anak kelas 1 Mts.

“kadieu a kalebet (kesini a ke dalam)” kata si Adam..

Aku yang sedang duduk di ranjang atas, sedikit mendengarkan percakapan mereka yang ada di bawah ranjang. Kak Reza mengobrol dengan si Adam, si Fauzan dan si Uki. Sayup-sayup kudengar kak Reza tertawa karena mendengar si Fauzan yang berbicara dengan cadel.

Kak Reza ini adalah sosok yang kalem dan dewasa, pendengar yang baik. Sehingga anak-anak kamarku nyaman dengannya, adapun Kak Purwa, sebetulnya kurang suka jika ada orang lain yang bertamu ke kamar kita. Kak Purwa itu bukan tipe orang yang suka keramaian dan berisik. Dia orangnya cukup ekslusif sebenarnya, sehingga dia tidak memiliki banyak teman selain dari teman seangkatannya.

“Kak ...emang bener si kak Zaki pelatih Karate tuh pernah sekolah di sini dan dikeluarin?” tanya si Uki.

“hehe,... iya betul, tau darimana?” tanya kak Reza.

“enggak kak ...tau aja, apa sih yang Uki gak tau haha”

“bener gak kak gosipnya Kak Zaki itu dikeluarin gara-gara homo?” si Fauzan bertanya,

“hahahaha kata siapa?” kak Reza bertanya sambil tertawa.

“iya bener tuh pelatih si Sena...!” kata si Uki.

Kak Reza melihat ke atas ke arahku. Aku tertawa sedikit.

“ke sini atuh gabung ...” kata kak Reza.

Aku yang malu-malu kemudian turun dari ranjang atas. Untuk ikut nimbrung ngobrol dengan kak Reza.

Kemudian kak Reza menanggapi dengan sabar satu per-satu pertanyaan anak-anak di kamar.

“kak cerita yang ninja mau ngebunuh KH.Zulkifli teh bener?” tanya si Adam.

“kakak gak bisa memastikan benar tidaknya, karena tidak mengalami langsung. Namun memang kisah ini diceritakan dari kakak-kakak terdahulu dan ustadz-ustadz”

“gimana kak ceritanya?” aku yang sedari tadi diam, tiba-tiba penasaran.

Kak Reza sedikit tertawa dengan sikapku, kemudian bercerita.

“jadi beberapa taun yang lalu, memang lagi gencar-gencar nya ninja mengincar para ustadz dan para ulama, salah-satu yang menjadi incaran itu adalah guru besar kita, mudir ‘Am KH Zulkifli. Nah pada saat itu, apabila seorang ustadz atau pesantren ada TANDA MERAH, biasanya itu tanda bahaya yang berarti pimpinannya akan diculik. Dan apabila seorang ustadz atau pesantren ada TANDA HITAM, berarti pimpinannya akan dibunuh!”

“wah ...aslina a ??” kita semua kaget, tapi sangat seru mendengar ceritanya.

“terus terus ...KH.Zulkifli ada tanda nggak a? Tanya si Fauzan.

“ada, TANDA HITAM !” kata Kak Reza dengan nada yang serius.

“wahhhh .....” aku langsung sedikit berteriak ..dan yang lain tertawa, karena aku yang pendiam tiba-tiba se-ekspresif itu.

“tanda nya teh dimana kak?” kata si Adam bertanya.

“jadi di dinding-dinding pesantren ada garis-garis hitam yang entah siapa yang membuatnya. Dan itu disinyalir sebagai tanda dari ninja-ninja dalam menjalankan tugasnya membunuh para ustadz dan ulama!” jelas ka Reza.

“terus gimana atuh kak?” kata si Uki

“Nah setelah ada tanda itu, lingkungan pesantren langsung panik dan bersiap-siap. Rumah Ust.Zulkifli langsung dijaga ketat oleh senior-senior dan santri Taesukhan dan Tifan pokhan (beladiri Islam). Mereka berjaga-jaga sambil membawa pedang, doublestick, tongkat dan lain-lain. Dan area pesantren pun dijaga ketat. Ditambah ada bantuan dari bandung dari ust.Mursi, yang katanya bisa tenaga dalam”.

“bisa tenaga dalam kak?” tanya semua.

“iya, bisa memukul jarak jauh... katanya” tambah Kak Reza.

“selama beberapa minggu, rumah KH.Zulkifli itu dijaga oleh pasukan beladiri Tasyukhan dan Tifan yang berseragam dan bersenjata lengkap. Mereka melakukan patroli juga di sekitar pesantren. Dan pernah seseorang mengendap-ngendap memakai baju serba hitam dan wajahnya ditutup di dekat asrama RG”

“siapa itu a?” kataku bertanya.

“tidak pernah ketauan itu siapa, karena langsung kabur melihat penjagaan pesantren yang begitu ketat. Disinyalir ia berpindah ke pesantren lain”. Kata kak Reza.

“wah serem ya kak ...kak mau tanya ...” kata si Uki.

“katanya suka ada cerita macam-macam di WC Asrama RG, dari mulai yang merokok di WC, berhantu, terus ada yang suka ngocok kak... gimana itu teh..” tanya si Uki.

“hahaahaha ...” Kak Reza tak kuat menahan tawa atas pertanyaan si Uki.

“kamu kata siapa... ukiiii ...” kata Kak Reza

“ih si aa mah, lain uki atuh kalau ketinggalan informasi mah haha” sambil mencolek hidungnya (seperti inheller-an), sok ganteng gitu lah.

“aduh ahaha ...aduh, kayaknya gak usah dijawab ya ...karena nanti kalian juga kalau udah kelas 2 atau kelas 3 bakal tau sendiri. Kalau udah tau jangan dipraktekkan pokoknya ya” Kak Reza menjelaskan sambil masih tertawa-tawa.

“ah si aa mah bikin penasaran aja ah” kata si Fauzan. Yang cukup gemas karena si Kak Reza tidak menjelaskannya.

Tak terasa kak Reza bercerita kesana kemari sudah berjam-jam, dan dia pun pamit mau kembali ke ruangannya. Kak Reza adalah ketua Ruangan Tirmidzi 3 yang berada di gedung Utsman, di lantai 2.

“kak nanti ke sini lagi ya bercerita” kata si Adam.

Kak Reza hanya tersenyum, dan masih sedikit tertawa mengingat pertanyaan dari si Uki tadi.

Aku keluar ruangan menjemur handuk ku yang basah, mumpung hari jumat dan hari cerah. Aku yang sedang duduk di balkon lantai 2 depan ruanganku, kemudian aku lihat si Bibi muda melambaikan tangan kepadaku dari bawah..

“kadieu kadieu (kesini kesini)” kata si bibi

“oh siap bi...!!” aku yang kegirangan langsung lari turun tangga.

Dannn.....yang ditunggu-tunggu ...akhirnya datang juga ...surat dari Iki...

“ieu biasa (ini biasa)” kata si bibi.

“Makasih biiii nuhun pisannn” kataku tersenyum seperti anak kecil. Aku langsung berlari takut diketahui oleh teman-temanku. Aku masukan saku itu ke dalam saku celanaku agar tidak terjatuh.

Ketika aku hendak ke ruangan, tiba-tiba terdengar suara dari pengeras suara:

“panggilan kepada saudara Avisena kelas 1 Mts,

Sekali lagi.. panggilan kepada saudara Avisena kelas 1 Mts ...”

Waduh ada apa ya, apa aku berbuat salah. Aku langsung berlari kembali ke bawah ke sumber suara.

Lihat selengkapnya