FULAN

prana sulaksana
Chapter #23

Masuknya Ustadz-ustadz Killer

Tahun ajaran baru, KH.Zulkifli ingin mengupgrade dan mungkin penyegaran di antara ustadz-ustadz dengan menambah personil, merekrut ustadz-ustadz dari pesantren besar di Jawa (tak perlu aku sebut, kira-kira kalian sendiri). Ustadz-ustadz ini menjadi pembina juga di asrama, selain Ust.Luki, peranan asrama sekarang didominasi oleh Ustadz-ustadz ini, supaya mudah diingat aku sebut Ustadz-ustadz killer saja, karena mereka tegas dan galak kepada santri-santri.

               Mereka berjumlah 4-5 orang, untuk tinggalnya mereka tinggal di sebuah kamar kecil khusus ustadz di gedung utsman di lantai 2 dan 3. Dimana jendelanya adalah menghadap ke Persawahan pesantren itu dan langsung bertatapan dengan Gunung Cikuray.

               Dan benar saja, kehadiran mereka sesuai dengan prediksi kami. Mereka merubah tatanan sistem di pesantren ini dengan sesuka mereka. Di antaranya :

-      Merubah nama-nama ruangan (kamar), gedung Ali dirubah jadi gedung Abu bakar, gedung umar jadi gedung utsman, gedung utsman jadi umar, gedung abu bakar jadi gedung Ali. Tapi mungkin karena santri sudah ingatnya penamaan yang laman, jadi jarang sekali dan sulit sekali merubah itu semua.

-      Membuat sistem poin-poin, jadi santri yang melanggar aturan, dari pelanggaran yang terkecil sampai pelanggaran terbesar ada poinnya. Bagi santri yang telah mencapai poin pelanggaran maksimal makan akan di DO (drop out) dikeluarkan dari pesantren

-      Makan memakai tiket, jadi supaya menghindari yang makan lebih dari satu kali. Maka memakai tiket untuk mengakalinya.

-      Santri harus memakai sapeatu formal hitam atau vantopel, harus memakai dasi dan memakai peci

 

Sontak saja peraturan yang ketat dan tegas dari asatidz killer ini memberatkan seluruh santri. Khususnya santri-santri asrama RG yang sangat merasakan beratnya aturan-aturan semacam itu. Bahkan mereka bersikap tegas dan tidak ramah terhadap para santri.

Saat aku sedang menyapu bagian luar kamar, karena kak Rozi menjadwalkan jadwal piket beres-beres ruangan. Terdengar suara agak ribut di Nasa’I 3.

“nggeus ah aing mah capek (sudah lah aku mah capek)” terdengar suara dari ruangan sebelah.

Ternyata itu adalah santri kelas 3 Mts dan beberapa santri kelas 2 Mts se-angkatanku. Mereka mengemasi barang-barang mereka, mereka menyerah setelah merasakan 2 bulan masuknya asatid-asatidz killer itu.

“Asilna wil? Rek kaluar?” si Wildan ditanya oleh teman sekamarnya. Si Wildan sudah bulat mau keluar.

Semenjak masuknya asatidz killer itu, satu-persatu teman-temna seangkatanku keluar… bayangkan saja mereka yang tadinya sekitar 90-100 orang, tersisa 60 orang di kelas 2 Mts. Yang tadinya ada 4 kelas, tersisa 3 kelas. Yang tadinya kelas A-D, menjadi A-C. mereka berguguran di tengah jalan.

Ketika aku sedang duduk santai di depan kamar, Kulihat seseorang sedang menjinjing tas besar, seseorang yang tidak asing. Hah apa yang sedang dilakukan si Uki? Si Uki mau kemana? Aku langsung lari ke bawah dengan tergesa-gesa ….

“uki ..ukii …kemana?” tanyaku yang lari sambil mendekat.

“kaluar atuh sen…” dengan santainya sambil tertawa-tawa.

“mau kemana ki?”

“kemana aja lah, yang penting tidak di sini”

Lihat selengkapnya