FULAN

prana sulaksana
Chapter #24

Tragedi Oktober

“Ini ambil dan baca sendiri-sendiri ya” kata si kak Rozi kepada kami yang sedang berkumpul di ruangan Nasa’i 2.


 

Daannnnn masih banyak lagi ... aku sampai malas membacanya...

“edann... geus asa militer we nya” kata teman seruanganku. Jujur aku lupa lagi nama-nama teman seruangan Nasa’i 2, hanya kak Rozi sebagai ketua ruangan yang aku ingat.

Bulan-bulan ketika masuknya asatidz killer memang berat, tidak hanya bagi santri nakal, bahkan untuk santri-santri yang tidak nakal pun kerepotan dengan ketatnya peraturan, untuk segala macam hal kecil pun diatur, seperti tidak boleh memakai baju Metal, atau dulu ada Prapatan Rebel dan lain-lain. Membuat kami semakin tidak betah tinggal di asrama, bahkan teman-teman seangkatan dan kakak kelas satu persatu meninggalkan pesantren ini... hampir tiap bulan ada saja yang keluar.

Sekarang sudah pertengahan Oktober 2007, dan aku belum mendapatkan surat dari Iki. Apakah Iki juga ketakutan di sana mengirimkan surat? Karena memang hukumannya cukup berat kalau ketahuan, ah tanpa surat dari Iki.. sungguh membosankan. Ditambah setelah pulang sekolah biasanya kami bermain bola di lapangan depan kelas menggunakan bola plastik dan nyeker (tidak beralas kaki), sehingga seringkali kaki kami lecet dan muncul gelembung di telapak kaki yang berisi air. Yang suka bermain bola tanpa alas kaki pasti mengerti apa yang kumaksudkan hehe.

“Kumpul semuanya kesini” kata kak Rozi.

“kunci pintunya! Tutup jendelanya!” dengan tegas

Kulihat satu lantai dikumpulkan semua, dari Nasa’i 1 sampai Nasa’i 3. Kurang lebih ada 20 orang di ruangan yang begitu sempit, sehingga berdempet-dempetan dan melingkar.

“assalaamu’alaikum semuanya ...maaf mengganggu waktu kalian, di sini saya mendapat laporan bahwa salah-satu dari kita yaitu Chandra (kelas 2 muallimien) kehilangan sejumlah uang. Jadi saya di sini mewakili beliau untuk melakukan tabayyun kepada semua yang ada di sini, jadi adakah disini yang menemukan uang tersebut?”

“berapak kak hilangnya?” tanya seseorang

“300 ribu” kata kak Rozi

Uang yang cukup besar pada waktu itu, karena bekalku saja dari Nenek 100 rb, harus cukup untuk satu bulan. Kalau di rata-ratakan aku perhari jatah jajan hanya 3rb rupiah.

“300 ribu? Wah gede geningnya” bisik-bisik kami yang ada di sana.

“silahkan ada yang melihat atau mengaku?” kata Kak Rozi

Suasana kemudian hening, tidak ada yang menemukan atau mengaku mengambil uang tersebut. Kami saling berpandangan, melihat satu per-satu ekspresi wajah-wajah yang ada di sana, tampak tegang dan canggung. Tapi tidak ada satu pun yang bersuara.

“oke, supaya tidak jadi fitnah dan saling mencurigai... sekarang kita akan mengadakan mubahalah”

“apa mubahalah teh a”

“Kamu gak tau mubahalah” tanya kak Rozi

“nih tanya sama yang tahu” kak Rozi menepuk pundak kak Isa yang seangkatannya, yang merupakan ketua ruangan Nasa’i 3.

“Jadi mubahalah itu intinya kita bersumpah, dan siap untuk dilaknat jika dalam sumpahnya itu melakukan kebohongan” jelas Kak Isa.

Wah seram juga ya, meski aku tidak mencuri apapun... tapi ngeri juga kalau harus bersumpah dan siap dilaknat.

“nah seperti itu betul.. sudah mengerti?” tanya kak Rozi

“baik ..saya aja dulu pertama, saya Rozi kelas 2 Muallimien, Wallahi ...bersumpah tidak mengambil uang si Chandar sebesar 300rb itu. Kalau saya berbohong, saya siap dilaknat dengan mati tertabrak mobil”

Hahh..... semua saling menatap dan melotot, terkejut mungkin karena ngeri juga sumpahnya.

“sumpahnya harus detail ya” kata Kak Isa.

               Maka satu-persatu bersumpah tidak mencuri, dengan cara dilakna yang berbeda-beda.

               Ada yang bersumpah jatuh dari lantai 3, ada yang bersumpah tertabrak bus dan lain-lain. Selain untuk meyakinkan bahwa tidak ada pencuri, juga untuk menakut-nakuti si pencuri seupaya mengaku.

               “Saya Avisena, Wallahi saya tidak mengambil uang 300rb milik kak Chandra.. silahkan geledah saja... kalau terbukti berbohong saya siap mati ditabrak mobil kayak kak Rozi” jelasku. Aku agak ketakutan juga, meskipun aku tidak mencuri uang itu, tapi membayangkan mati ditabrak mobil itu ah mengerikan.

               “oke karena sudah semuanya, mari kita lihat nanti ke depannya bagaimana. Tapi intinya mudah-mudahan uangnya bisa segera ditemukan,

               Dan sekarang semuanya sudah beres, tidak ada lagi suuzhon di antara kita ya Chandra” kata kak Rozi.

               “Iya zi terima kasih, semuanya juga terima kasih atas kesediaannya, maaf jadi mengganggu kalian semua” kata kak Chandra yang kehilangan uang.

               Pengalaman unik dan pertama kali aku rasakan, ternyata memang di pesantren ini kalau ada yang kehilangan, dan yang menemukannya tidak mengaku maka salah-satu langkah yang diambil adalah bermubahalah.

               Namun, Oktober tidak sampai di sana... beberapa kejadian besar juga terjadi di bulan ini...

               Kak purwa dan angkatannya sekarang sudah kelas 3 Muallimien, yang artinya estafet kekuasaan...jalannya pemerintahan RG-UG harus segera diberikan kepada generasi selanjutnya, yang mana diteruskan oleh angkatan Kak Rozi. Dan ternyata si Kak Rozi dipercaya menjadi bidgar keamanan RG pula, jadi aku mengalami 2 masa pemerintahan bidgar keamanan yang menjadi ketua rauanganku. Kak Purwa dan Kak Rozi.

               Di suatu malam yang sunyi di bulan Oktober, sekitar jam 00.29 terdengar keributan di asrama. Terutama di gedung Utsman, beberapa orang terbangun ...aku kebetulan belum tertidur karena sedang bahagia-bahagianya mendapat surat yang sudah 1 bulan lebih tak kuterima dari Iki...

 

HARI TERPANJANG DI ASRAMA PUTRI

 

Hari terpanjang dalam hidupku di asrama adalah

Saat tidak ada kabar darimu Fulan

Berbulan-bulan itu rasanya lama sekali

 

Aku pun mau menceritakan hal yang sama,

Peraturan yang dibuat asatidz yang kau sebut killer itu

Sangat memberatkan kami, beberapa teman ruanganku keluar sekolah

Kakak kelaspun mereka pergi

Lihat selengkapnya