FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #30

Playstation 2

Di masa aku pesantren adalah masa kejayaan PS2, dimana-mana rental PS menjamur. Padahal pesantrenku berada di perkampungan, tetapi meski di kampung pun ada sekitar 4-5 tempat rental PS yang seringkali aku kunjungi. Dari mulai yang tempatnya kecil, sampai yang tempatnya muat 6-7 PS. Game-gamenya pun sangat beragam dan legend... diantaranya ada Bully, donwhill, Smackdown, God of War, GTA San Andreas dan masih banyakkk lagi. Dan yang paling sering aku mainkan tentu saja adalah Winning Eleven... apalagi ketika pemain favoritku yaitu Thierry Henry aku menyebutnya (ongri) berpindah ke klub kesukaanku, yaitu Barcelona FC.... seolah-olah mimpi menjadi nyata.

               Adapun tempat PS favoritku adalah tukang PS dekat pertigaan jalan mau ke desa. Itu sih yang paling rame dan paling legend, si Mang Kumis... kita panggil dia si Mang PS kalau tidak salah. Di sana tidak hanya rental PS, tapi juga ada jualan mie, nasi goreng legend dan lain-lain yang pernah aku singgung sebelumnya. Kadang kadang juga tempat PS ini dijadikan tempat bertemu RG-UG yang menjalin ‘hubungan rahasia’ atau saling mengirim surat, mengirim barang dan lain-lain. Dulu kenakalanku hanya sebatas kabur ke tempat PS dan mabit (menginap) di sana.

               Suatu hari di malam yang menjenuhkan di asrama... aku sedang akrab-akrabnya dengan si Rifki (yang agak gemuk itu), dan memutuskan untuk mabit di malam itu untuk hiburan. Aku tak tahu hari itu kemana Sissoko, Adam dan Akbar kenapa tidak ikut, aku lupa lagi. Yang pasti hanya kami berdua yang berangkat ke sana.

               Sekitar jam 22.00 ...asrama sudah mulai sepi ...dan kami diam-diam keluar asrama ...perlahan dan tidak mencurigakan ...kemudian rintangan kami tinggal satu lagi... yaitu gerbang utama pesantren.

               “bagaimana ini ki?” tanyaku ke si Rifki.

               “tenang sen ...tuturkeun urang (ikuti saya)” kata si Rifki berbisik.

               Aku pun berjalan di belakang si Rifki ...kita melewati mesjid terlebih dahulu, terdengar masih ada suara di tempat wudhu... santri-santri yang sedang mencuci baju. Dan ada beberapa orang yang ada di mesjid, ada yang sedang membaca Qur’an ada yang tidur juga, ada yang sedang ngobrol di mesjid. Aku dan si Rifki hati-hati berjalan....

               Sampailah kami di dekat pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, haha ...receh sekali ya. Sampailah kita di dekat gerbang utama pesantren.

               “geus kieu kumaha ki? (sudah ini bagaimana ki?)” tanyaku.

               Si Rifki hanya tersenyum... aku tidak mengerti. Awas kalau dia bilang ‘gak tahu’ kutonjok perut buncitnya. Kita sudah berjalan sejauh ini masa iya tidak ada rencana matang.

               “itu sen...” dia menggerakkan matanya. Aku perhatikan... melihat arah yang ia tunjukkan. Oh ...aku baru menangkap maksudnya...

               “kadinya ki? (kesana ki)?”

               “iya” sambil tersenyum ala-ala penjahat yang sedang di atas angin.

               Ternyata maksudnya adalah...sebuah bak air... di sana ada sebuah bak air yang besar, terbuat dari tembok ...dan bisa kita naiki untuk melewati benteng di sebelah pintu gerbang utama!!!

               “cerdas kamu ki” kataku.

               “aing tea” sambil nyengir.

Lihat selengkapnya