FULAN

Avisena Sirr Zafran
Chapter #31

Drama & Konflik Angkatan

Di pagi yang cerah di hari Jum’at al-Hakim 2, Sissoko sudah rajin di depan TV asrama RG, si Rifki dan si Adam sedang mencuci ...si Akbar setiap jum’at seringkali pulang ke rumahnya, Emi dan Ust.Hilman entah kemana. Aku pun sendirian ...aku punya kesempatan untuk membaca surat dari Iki yang aku terima dari si Bibi...

 

Pilihan yang tepat

Entah berapa ratus kali aku bertanya ke si Bibi akan kedatangan suratmu

Dan ternyata hari ini terjadi pula

Tinta yang kau jajarkan di atas kertas ini,

Bagiku sudah cukup membuat hariku tersenyum 1x24 jam

 

Persahabatan yang kau pilih,

Ego yang kau kesampingkan…

Jujur aku bangga padamu Fulan

Biarkan Edelweis tertawa dan bahagia di tempatnya

 

Suatu hari nanti aku pun ingin ke puncak Guntur bersamamu

Melihat indahnya Garut dari ketinggian

Garut yang kita sayangi

Garut yang selalu kita rindukan

 

Aku berharap tidak menunggu terlalu lama

Kedatangan surat darimu selanjutnya… J

               Edelweis

13 Maret 2008

               Seperti biasa, setelah membaca surat dari Iki aku selalu senyum-senyum sendiri, merasa bahwa tubuhku sudah dicharge diisi ulang dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang aku hirup dari tulisan-tulisan Iki.

               Kelas 2 Mts adalah dimana waktu sangat tidak terasa, mungkin karena saking terlalu menikmatinya bermain. Kalau difikir-fikir kelas 1 Mts kita pasti masih beradaptasi dengan lingkungan baru, kelas 3 Mts pasti fikiran sudah sibuk memikirkan ujian dan langkah selanjutnya meneruskan sekolah kemana, sedangkan kelas 2 Mts kita tidak memiliki semua pemikiran itu, kita fokus belajar dan bermain.

               Santri yang tidak populer, al-Hakim 2 adalah kumpulan orang-orang yang tidak populer di angkatan. Ya dari kami semua tidak ada yang betul-betul terkenal di angkatan maupun di pesantren, kami hanya sekumpulan manusia biasa-biasa saja. Kami bukan yang terpintar di kelas, kami bukan yang paling charming atau bisa menarik perhatian banyak orang, kami pulang bukan santri paling nakal yang biasanya paling diingat oleh guru dan teman-teman seangkatan. Kami adalah santri yang tidak terkenal. Bahkan di antara kami personil al-Hakim 2, tidak ada satupun dari kami yang memiliki ‘pacar’.

               Teman-teman seangkatan kami banyak di antaranya yang sudah memiliki pacar, rata-rata atau mungkin hampir semua yang memiliki pacar, pacarnya adalah UG seangkatan. Tapi jangan dibayangkan gaya berpacaran santri sama dengan gaya berpacaran anak-anak remaja pada umumnya, atau gaya berpacaran anak-anak zaman sekarang (2021), dimana aku menulis buku ini. Tidak ada berduaan, tidak ada berpegang tangan, tidak ada nonton bioskop, tidak ada dibonceng di motor berdua sambil memeluknya, jauh dari potret seperti itu. Pacarannya hanya lewat surat dan kata-kata indah alakadarnya, tapi itu sudah sangat membahagiakan bagi mereka.

               Contohlah si Beben temanku, dia punya pacar si Cici. Si Yesa yang tinggi itu punya pacar si Lilis, UG yang paling cantik versi angkatan kami. Si Ilham dari Bogor yang telah keluar, dengan si Ica. Si Gani dengan si Zahra, Si Sani dengan si Raisa. Dan masih banyak lagi teman seangkatanku yang punya pacar dari UG seangkatan.

               Dan tempat kumpul angkatanku adalah di Tirmidzi, karena banyak dari mereka berkumpul di sana. Termasuk yang paling vokal adalah si Ragil, teman si Fajar yang suka membullyku dulu.

               “Malam ini, seperti biasa, di ahad ke-4 kita akan ada pengajian per-angkatan RG-UG…. Kepada seluruh santri agar memasuki ruang kelas yang telah ditentukan”. Kata Pengurus RG Bidgar Pendidikan.

               Kami pun langsung sibuk berlari-lari memasuki kelas yang telah ditentukan, sebagian mencoba diam di WC mesjid agar menghindari acara tersebut. Sebagian ada yang malah jajan mie instan di si Ibu istri pak Bulldog, tapi setiap penjuru mesjid dan pesantren kemudian diawasi oleh Bidgar keamanan RG. Sehingga aku pun yang tadinya mau kabur dan bersembunyi, dengan terpaksa harus ikut pengajian tersebut di kelas dekat lapang di lantai 2.

Melihat teman seangkatanku berlari, Aku pun ikut berlari dengan Sissoko dan yang lainnya. Tapi karena Sissoko larinya kencang …aku ketinggalan di belakang dengan si Rifki yang gendut itu. Kenapa kami berlari? Karena kami pasti memperebutkan bangku paling belakang dan dekat tembok, agar paling jauh dengan UG, karena sudah kubilang, kalau dekat dengan UG kami maluuu.

Dan aku kebagian baris ke 2 dan paling dekat dengan UG, ah aku tidak berani melihatnya … kita duduk bersampingan dengan UG, RG di kiri atau kanan, UG di sisi yang lain. Dan di depan dipimpin oleh seorang moderator dan nanti akan dipanggil seorang yang mengisi ceramah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh Bidgar pendidikan.

               “haha hahaha hihi hihi …Persibku menang lagi ….

               haha hahaha hihi hihi …Persibku menang lagi ….!! “

               di dalam kelas, teman seangkatanku yang dipimpin si Ragil malah bernyanyi-nyanyi dan memukul-mukul bangku. Ya dimaklum lah anak remaja 14 tahun-an. Sedang masa-masanya …

               “Viking bonek sama saja ….asal jangan the jak …the jak itu …******”

               Mereka bernyanyi semakin keras ….

               “dar dar dar …diam hei !!” seorang Bidgar Pendidikan pengurus RG memukul pintu agar kami yang di dalam kelas diam. Serentak kami pun terdiam…sambil tersisa cengangas-cengenges dari beberapa orang santri.

               Seorang kelas 2 Muallimien menjadi moderator untuk kemudian dari kelas 2 Mts RG dan UG maju ke depan. Dari sinilah biasanya RG dan UG saling lempar kertas untuk mengirim surat, atau untuk saling mengejek satu sama lain, atau justru mereka yang punya ‘hubungan’ saling melirik satu-sama lain sambil malu-malu tentunya.

               “iihhh… RG mah …wuuu …” teriak UG karena salah-seorang dari RG melempar kertas berisi gambar ejekan untuk UG.

               “moal dikawin …moal dikawin …..” RG malah bernyanyi ….

               “sudah diam …!!”kata moderator …

               Kami pun diam sejenak, kemudian ribut lagi …ya seperti itulah usia remaja yang agak sulit diatur. Dan Aku hanya tertawa-tawa saja, sambil sesekali mencuri pandang pada Iki.

Lihat selengkapnya