Entah ini fakta yang benar atau salah, tapi setiap malam di asrama putra selalu mudah lapar. Dan entah kenapa di semester terakhirku, aku selalu tidak punya uang, mungkin karena managemen keuanganku sangat buruk. Setiap ada uang aku pakai untuk main PS atau jajan yang bisa habis hanya dalam waktu 3 hari hehe.
Untuk mengantisipasi perutku yang lapar di malam hari, aku selalu membawa nasi yang banyak saat makan sore, supaya bisa dimakan malam hari. Kadang ketika aku tidak punya lauk pauk untuk dimakan, aku pun makan dengan minyak jalantah bekas si bibi masak. Kalau minyak jalantah itu bekas daging, rasanya enak. Tapi kalau minyak jalantah itu bekas menggoreng yang kurang enak, maka rasanya pun iku tidak enak.
Suatu hari ketika kami sedang kelaparan di ruangan Bukhori 2, aku dengan si Mbah Dukun benar-benar kelaparan dan tidak ada yang bisa dipakai. Kami pun terpaksa merazia lemari teman-teman kami di ruangan Bukhori 2, seperti halnya aku sebelumnya merazia dengan si tebleng. dan ternyata kami menemukan mie gelas di lemari Sissoko. Sissoko itu orangnya sangatlah apik dan hemat, sehingga di bulan tua itu dia masih punya cadangan mie. Duh Sissoko maafkan aku dulu dan si Mbah Dukun memakan Mie gelasmu, tolong ikhlaskan ya kalau kau membaca ini.
“Sen ..ini ambil satu” kata si mbah dukun melempar mie gelas kepadaku, aku menangkapnya. Sissoko, aku hanya mengambil dua …1 untuk si Dukun, satu lagi untuk aku. Sisanya masih banyak, hanya untuk mengganjal perut kami yang meronta-ronta.
“kun ….gimana ini?” tanyaku.
“gimana apanya sen?”
“kita gak punya piring atau mangkok”
“waduh …udah malem sen …yang lain tidur ..gimana nyeduhnya?”
Aku berfikir sejenak …melihat sekeliling …