“…Indonesia tanah airku.. Tanah tumpah darahku.. Disanalah aku berdiri…”
Gema lantunan Indonesia Raya terdengar di telinga Hara yang mulai memerah. Kali ini, ia sudah bertindak melebihi batas. Tak terhitung lagi berapa kali Hara telat masuk sekolah bahkan di hari upacara bendera. Hara tak lagi dapat berpikir jernih, ia menyadari kali ini riwayatnya akan tamat.
Sepatu vans kebesaran yang sudah kotor meskipun baru kemarin dicuci mengantarkan Hara merayap pelan ke koridor sekolah yang dengan mata minuspun Hara akan terlihat seluruh peserta upacara. Kali ini, bukannya Hara kabur malah nekat ikut masuk barisan. Barisan kaum telad-an yang harus siap-siap mendapat hukuman di akhir upacara.
Lagu kebangsaan yang masih berkumandang sedikit membantunya tak terdengar terlalu berisik ketika menginjak rumput lapangan yang masih basah. Senyum palsu campur malu ia tunjukkan kepada sekumpulan anak lain yang juga telat datang. Perawakan senior yang tinggi dan muka mendadak tua hanya melirik tak tertarik ketika Hara masuk barisan paling belakang. Hara hanya dapat pasrah menunduk sambil menggerakan kedua jempol kakinya yang tersembunyi di balik sepatu.
***
“Bubar jalan!”
Teriak komandan upacara mengakhiri sesi upacara rutin yang terik ini. Helaan napas dan riuh peserta upacara langsung terdengar nyaring setelah sebelumnya begitu hening. Hara dan kaum telad-an lainnya masih diam di tempat. Menunggu instruksi hukuman lanjutan oleh Pak Akim yang kini terlihat menyalami Pak Raga dan beberapa guru lainnya. Jelas pemandangan ini tak dapat dilihat Hara yang begitu mungil tertutupi punggung besar dan lebar para senior di depannya.