Hara masih mematung dengan mulut terbuka selama beberapa detik. Matanya tak juga kunjung berkedip saking tidak masuk akalnya apa yang baru saja ia alami. Mungkin memang benar dunia ini sekali-kali butuh sesuatu yang tidak masuk akal untuk menjadikannya seru. Apalagi dengan banyaknya hal masuk akal justru akan membuat otak terus berpikir dan tidak sekalipun mampu beristirahat sejenak.
Seperti halnya mengapa mata harus dua, kaki kuda harus empat, langit harus berwarna biru. Semua hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dicari jawaban justru akan membuat pusing jika harus dijawab. Akan lebih baik jika beberapa hal lebih baik tidak diketahui, kan?
Tapi bagaimana dengan keadaan yang sekarang? Apakah masih relevan untuk tidak perlu mencari jawaban daripada bikin pusing? Yang ada lama-lama mati sendirian karena penasaran.
Dengan mengerahkan seluruh keyakinan, Hara memutuskan untuk lagi-lagi mengikuti arus saja. Sesuai prinsip hidupnya yang sebenarnya tidak berprinsip. Ia memutuskan untuk menerima dan berusaha percaya. Barangkali inilah takdir untuk membuat hidupnya lebih berwarna.
***
Pagi menjelang, Hara tampak sudah tidak kesulitan untuk bangun tepat waktu. Jam magis yang masih ia pertanyakan setidaknya memberikan manfaat. Hari ini, ia memulai hidup di hari yang seharusnya. Tahun 2017, tahun ia masih kelas 10 dan hari setelah ia salah memakai seragam sekolah.
Tiba di sekolah, Hara entah mengapa kesulitan menahan senyum mengingat kejadian kemarin. Murid-murid kelas 10 yang kini masih SMP, kemarin baru saja memasuki kelas ini. Hara seakan begitu bahagia sudah mengetahui lebih dulu, siapa-siapa yang akan menjadi adik kelasnya tahun depan.
Melihat Aldo masuk kelas membawa cup kopi mengingatkan Hara untuk memastikan sekali lagi bahwa kejadian kemarin bukan ilusi. Selepas pulang sekolah, Hara akan menyambangi kedai kopi Retro yang rencananya akan dibuka akhir Desember nanti.
***