Kali ini Hara sudah terduduk di kursi bus, tepat di sebelah Maryu yang tengah menunduk bermain game. Sama sekali tidak ada percakapan semenjak mereka bertemu dan naik bus bersama. Bahkan rencana untuk bertanya mau kemana juga diurungkan Hara.
Mereka turun di halte persimpangan jalan kota. Arah yang berlawanan dengan rumah Hara. Tapi tetap saja Hara hanya mengikuti jejak Maryu di belakang dengan pikiran terus bertanya. Mereka lalu memasuki sebuah rumah kecil dengan taman depan yang dirawat baik. Beberapa peralatan berkebun tampak berjejer rapi di sebelah pintu gerbang tinggi yang mulai berkarat.
Maryu segera mengeluarkan kunci dan membuka pintu lalu menyuruh Hara masuk. Hara masih terdiam di tempat. Ia ragu apa yang akan terjadi jika dengan tiba-tiba memasuki rumah yang asing dengan orang yang asing pula.
Mengetahui keraguan Hara, Maryu bilang, “Kau pikir kita mau apa? Tentu saja membuat kesepakatan rahasia yang tidak bisa dibicarakan di tempat umum. Tempat ini yang terbaik. Percayalah!”
Maryu masuk tanpa menunggu tanggapan Hara. Hara tiba-tiba menuruti saja karena ia ke sini memang untuk mengetahui penjelasan rencana Maryu. Setidaknya ia harus berusaha membuat Maryu tutup mulut.
Hara memasuki rumah kecil itu yang terasa gelap sekali di dalam. Banyak sekali PC terpasang dengan berbagai aksesoris pendukungnya. Khas ruangan seorang gamer. Hara duduk di salah satu kursi yang masih terakses angin dari pintu. Tiba-tiba, Maryu sudah keluar berganti kaus putih masih dengan celana sekolahnya.
“Apa yang sebenarnya kau rencanakan sampai aku harus jauh-jauh ke sini?”
Maryu menarik kursi beroda yang ada di bawah meja untuk ia duduki. “Kemarin sudah aku kasih tahu kan kita kerja sama saja untuk menjual kunci jawaban ujian. Terbukti kan 100% benar. Eh tapi bagaimana kau bisa melakukan itu? Kau punya orang dalam?”
“Jangan asal! Bukan begitu. Kau tak perlu tahu, aku juga tidak akan pernah memberitahumu.” Jawab Hara ketus.