Satu minggu ujian akhir semester berlalu. Percobaan pertama mereka sebagai pengedar kunci jawaban ujian tidak sia-sia. Semuanya berjalan mulus tanpa kendala serius. Senyuman puas sekaligus lega muncul di wajah Hara saat pertemuannya kembali dengan Maryu, sebagai partner kerja.
“Kau lihat sendiri. Semuanya berjalan sesuai rencana. Tidak ada lagi hal yang perlu kau khawatirkan.” Percakapan pembuka oleh Maryu yang begitu bangga usahanya memuaskan.
“Ya. Kau betul. Tapi yang mungkin tidak kau tahu adalah aku tetap saja menyimpan beban itu. Entah itu rasa takut, rasa khawatir, rasa penuh antisipasi. Semuanya tidak membuatku tenang.”
“Aku bukan seorang penghibur yang handal,…”
“Aku tidak sedang memintamu menghiburku.” Potong Hara.
“Lihat saja ketidaksopananmu. Pantas saja tidak ada yang mau mendekatimu.” Lempar Maryu sedikit kesal.
“Bukankah kau jadinya yang pertama.”
“Tentu saja memang harus aku. Aku yang bisa membaca begitu banyak rahasia yang kau sembunyikan.”
“Rahasia apa? Tidak ada rahasia lain selain kunci jawaban itu.” Ucap Hara berhati-hati.
“Pembohong yang payah.” Kalimat terakhir Maryu sebelum beranjak pergi.
Sejujurnya Hara ingin mencegahnya. Semakin ke sini, Hara semakin terbiasa berbicara dengan Maryu dengan rasa penuh kenyamanan. Tidak seperti saat pertama kali yang terus diselimuti rasa ketakutan.
Niat itu ia urungkan daripada timbul kecurigaan. Hara tidak ingin membuat situasi semakin canggung hanya karena pertanyaan pribadi yang ingin ia tanyakan. Mungkin saat ini, pembicaraan seputar bisnis satu-satunya pilihan.
***
18 Desember 2017
Amaics International High School tampak lebih berisik mulai hari ini. Para guru berkutat dengan koreksi ujian siswanya, begitu tampak serius dengan pekerjaan mereka masing-masing. Beberapa ada yang tersenyum puas namun tak sedikit pula yang justru menaruh rasa curiga.