Kabar Rendra meninggal dunia tentu saja mengejutkan semua orang. Bukan hanya karena itu, kematian tak wajarnya juga menimbulkan tanya dibenak teman-temannya, juga keluarganya. Rendra dikenal sebagai siswa yang rajin dan aktif di kelas. Semester ini pun, ia akhirnya berhasil menjadi juara kelas bahkan juara untuk satu angkatan kelas 11 setelah sebelumnya hanya menduduki peringkat tiga terbaik. Jadi sungguh tak wajar jika Rendra harus mengakhiri hidupnya sendiri setelah salah satu cita-citanya terkabul.
Kematiannya juga tampak dipersiapkan dengan baik menurut penyelidikan polisi. Mereka menyimpulkan kematian Rendra benar-benar murni bunuh diri. Tidak ada tanda-tanda adanya campur tangan pihak lain. Tempat Kejadian Perkara (TKP) begitu bersih seolah Rendra sudah merencanakan hal ini sejak lama. Tak ada satupun barang pribadi yang sengaja ditinggalkan untuk sekadar mengucap selamat tinggal. Tak ada satupun hal yang dapat menjadi petunjuk mengapa ia harus meninggalkan dunia mendahului takdir seharusnya.
Dibanding sahabat dekat Rendra seperti Aldo atau Dion, justru Maryu yang kelihatan paling frustrasi setelah mendengar kabar ini. Padahal mereka sama sekali tidak pernah memiliki hubungan khusus yang tidak diketahui orang lain, kecuali sebagai salah satu klien jasa grup Pejuang Nilai, jasa kunci jawaban ujian.
Hara setelah dibuat bingung akan perkataan Maryu di telepon kini mati gaya tidak tahu harus berbuat apa. Ia sama sekali tidak memiliki petunjuk mengenai apa yang telah Maryu suruh padanya. Rasa penasarannya menggerakan Hara untuk menyambangi rumah Maryu.
“Ada apa sebenarnya?” Tanya Hara tiba-tiba setelah membuka pintu rumah Maryu. Tentu saja Maryu terkejut dengan kedatangan Hara yang mendadak.
“Kenapa ke sini? Sudah kubilang di rumah saja.” Jawab Maryu kesal sekaligus senang melihat Hara baik-baik saja. Apalagi sudah seminggu ini mereka tidak berjumpa.
“Bagaimana bisa aku berdiam diri di rumah sementara aku tidak tahu apapun yang sedang terjadi. Untuk apa juga aku harus menjauhi Nics?”
“Ah, mengenai itu. Mungkin bisa aku jelaskan lain kali. Sekarang lebih baik kau pulang, kunci rapat pintu kamarmu!”
“Dengan begitu aku akan aman?”
“Tentu.”
“Bagaimana aku bisa menganggap situasi aman atau tidak sedangkan aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang mengancamku.” Kakinya lemas tidak lagi kuat menanggung tubuhnya sendiri. Hara gontai. Masih di depan pintu rumah Maryu yang terbuka.
Maryu yang menyadari dirinya hanya akan membuat Hara sengsara jika terus menutupi kegelisahannya akhirnya buka mulut. Tangannya menggapai kedua pundak Hara menuntunnya untuk duduk tenang.
“Kau tahu Rendra bunuh diri?” Hara hanya mengangguk.
“Menurutku Rendra tidak bunuh diri tapi dibunuh.”
Pupil mata Hara melebar saking terkejutnya meskipun ia belum puas dengan kesimpulan itu tanpa penjelasan yang masuk akal.