Rumah Nics tampak teduh nan mewah. Terdiri dari rumah utama berlantai tiga dan rumah satu lantai di sisi baratnya. Di tengah-tengahnya terdapat taman rindang dengan kolam ikan sepanjang lima meter membentang. Di belakang masing-masing rumah itu juga masih ada halaman luas dengan berbagai jenis pohon berdaun lebat.
Begitu mewahnya sampai membuat Hara terpana. Rumah satu lantai yang tidak begitu luas lebih menarik mata Hara dibanding rumah besar di sebelahnya. Rumah itu hampir seluruhnya dikelilingi dinding kaca tembus pandang yang bisa dilihat isinya dari luar.
Hara terus membuntuti Nics yang kelihatannya menuju rumah kaca itu. Hara juga tak sabar merasakan berada di dalam sehingga ia dapat melihat hijaunya pohon lebat yang membuat suasana begitu menyegarkan.
“Masuklah! Aku ganti baju dulu.”
Tanpa menjawab, Hara langsung mengambil duduk di salah satu sofa yang memperlihatkan dengan jelas taman belakang. Ia sempat bingung rumah itu begitu sepi tanpa penghuni.
Secepat kilat Nics sudah kembali dengan kaos hitam polosnya dengan menyisakan celana sekolah. Ia mengambil duduk tepat di depan Hara.
“Orang-orang pada kemana? Sepi sekali. Minimal asistenmu.”
“Mereka di rumah.”
“Ini kan juga rumah.”
“Ini kamarku.”
What? Satu rumah terpisah sebesar ini kamar Nics? Aku juga mau.
“Seluas ini? Kamarmu? Berarti kita berdua sedang di kamarmu?”
“Tidak perlu berpikir macam-macam. Kaca ini menghalangiku berbuat sesuatu padamu.”
“Ya benar. Tidak mungkin kau macam-macam di tempat seterbuka ini.”
“Tapi misalnya kau teriak, yang sedang di rumah juga tidak bisa mendengar.”
Wajah memerah Hara justru membuat Nics tertawa. “Tidak. Tidak. Tenang saja. Aku tidak akan berbuat macam-macam.”
Setelah itu mereka terdiam. Segala hal yang ada dalam hati mereka mendadak hilang.
“Apa hubunganmu dengan Maryu?/Apa hubunganmu dengan Maryu?”
Pertanyaan sama terlontar bersamaan.
“Sepertinya rasa ingin tahu kita sama. Baiklah. Mari kita saling jujur saja. Tidak ada yang perlu ditutupi.” Ucap Nics terarah.