Hari Pertama Ujian Tengah Semester.
Atmosfer sekolah mendadak berubah ketika Hara menginjakkan langkah pertamanya dari gerbang sekolah. Entah mengapa hatinya merasa tidak nyaman dengan segala kondisi yang ada. Firasatnya mengatakan akan ada kekacauan besar menanti.
Seluruh siswa telah duduk di mejanya masing-masing. Berkutat pada soal ujian yang telah tersedia di hadapan mereka. Suasana begitu hening saking khusuknya mereka. Tidak banyak terdengar bisik-bisik rusuh para oknum peminta jawaban teman seperti dulu kala.
Kelas Hara sendiripun lebih hening dari biasanya. Mayoritas mereka adalah anggota grup Pejuang Nilai yang mengandalkan bocoran jawaban ujian yang telah mereka bayar mahal. Semuanya tampak tersenyum puas dengan hasil yang menjanjikan.
Pintu kelas menderit menandakan ada yang membukanya. Tak lain dan tak bukan, Bu Yeye guru BK memasuki kelas Hara beserta rombongan guru muda di belakangnya. Tentu seluruh siswa terheran-heran sekaligus penasaran ada apa guru BK kemari.
“Permisi Pak Winki, mengganggu waktunya sebentar.”
“Oh ada apa ya bu?” Bahkan Pak Winkipun juga tidak tahu.
“Jadi, kami mendapat laporan anonim terpercaya bahwa telah terjadi kebocoran soal yang membuat siswa mendapatkan banyak keuntungan. Jika memang terbukti benar adanya, terpaksa hasil ujian kelas 11 semester lalu akan ditindak tegas mengingat potensi bahwa telah terjadi kebocoran soal juga di semester kemarin.”
Seperti mendadak listrik padam, penglihatan Hara gelap untuk sesaat. Amat sangat merasakan bahwa dialah dalang di balik semua laporan itu membuatnya tak bisa tenang. Kakinya terus gemetar tak bisa diam. Maryu yang menyadari sikap Hara berusaha menenangkan Hara agar tidak panik.
Setelah semuanya menyetujui penggeledahan barang pribadi. Semua siswa kompak mundur ke belakang agar sekecil apapun celah dapat diperiksa dengan leluasa. Sampailah akhirnya pemeriksaan tas Maryu yang ternyata nihil tak ada apa-apa.
Tiba akhirnya pemeriksaan terakhir yang tak lain adalah tas Hara yang membuat banyak siswa menantikannya agar semua ini segera berakhir. Para anggota grup Pejuang Nilai tampak cemas seandainya kecurangan mereka terbongkar bahkan di hari pertama ujian. Maryu yang melihat Hara berkeringat dingin berusaha menenangkannya agar tidak gugup dan bersikap biasa saja.
“Kau tenanglah! Jika kau segugup ini, mereka akan semakin curiga.” Bisik Maryu tepat di telinga kiri Hara.
“Aku tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri.” Ucap cemas Hara sambil terus menatap tasnya sendiri.
Kini Bu Yeye masih sibuk mencermati setumpuk kertas dan beberapa buku tebal milik Hara. Sampai akhirnya mereka menemukan jackpot mengejutkan.
“Tas siapa ini?”
Hara mengangkat tangannya lemas. Dari sekian banyak siswa ia tidak menyangka dirinyalah yang akan ditanyai.
“Kau tahu apa ini?” Tanya Bu Yeye yang lebih mirip teriakan sambil tangannya memegang setumpuk kertas lusuh.
Hara tidak mengetahui apa yang sedang bu Yeye pegang karena penglihatannya memang kurang bagus. Hara memberanikan diri untuk mendekat dan melihat langsung apa yang sedang ditanyakan.
Astaga. Mati. Kertas ujian itu kenapa ada di sini? Wah. Tamat sudah.
Hara sampai tidak sanggup bicara saking takutnya. Kedua bibirnya kuat menyatu tak mau lepas. Maryu yang menyadari ada hal yang tidak beres bahkan tidak dapat berbuat apa-apa juga.
“Hara. Kau jelaskan ini!”
“…”
“Anak-anak. Lihat! Ini adalah seluruh soal ujian untuk satu minggu ke depan. Bukan hanya satu mata pelajaran tapi semuanya. Bahkan semua soal sudah terjawab seluruhnya.” Jelas Bu Yeye sambil mengayunkan kertas-kertas ujian itu agar seluruh mata dapat menyaksikan momen memalukan hari itu.
“Hara. Ikut saya ke ruang BK! Kelas 11 ditunda ujiannya.”
***
Tak sampai lima menit. Kabar mengejutkan itu sudah terdengar seantero sekolah. Seluruh siswa kelas 11 ricuh karena ujiannya terpaksa ditunda sehingga membuat sekolah tidak kondusif lagi.
Berbeda dengan Hara yang kini terduduk lemas di ruang BK sendirian. Suasananya sangat kontras dengan yang ada di luar. Hara sama sekali tidak menyadari keadaan sekolah benar-benar kacau karena dirinya.
“Kau bisa jelaskan bagaimana soal ini ada padamu? Siapa yang membantumu? Apa ada oknum guru yang bertindak curang?” Tanya Bu Yeye tanpa basa-basi.
“Tidak ada guru yang seperti itu. Saya.. bagaimana ya menjelaskannya. Saya tidak tahu.”
“Apa kau tidak sendiri?”
“Tidak. Maksud saya iya. Saya sendiri yang telah berbuat curang.”
“Jadi kau mengakuinya?”
“Maafkan saya bu. Saya tak akan mengulanginya.”
Tiba-tiba Maryu muncul dari balik pintu yang sedari dari tidak terkunci.
Hara menggelengkan kepala berharap Maryu diam saja.