G O A T

Rizky Brawijaya
Chapter #16

Saves

SABTU, 30 OKTOBER 2021.

12 : 00


“Cuk, jenguk gue jam berapa?” tanya gue ke Bagas.

“Jam 3. Gue namatin game dulu nih. Nanggung.”

“Bawain gue nasi padang yah?”

“Pake apaan?”

“Rendang Onta.”

“Onta Arab atau Pakistan?”

“Padang aja cuk. Jauh-jauh amat.”

“Yah Padang juga jauh cuk jalan kaki.”

“Lo beneran mau beliin gue ke Padang?”

“Gak, saran gue mendingan di jalan raya seberang kampung. Padang Sederhana.”

“Yah emang disitu nyamuk.”

“Jadi mau rendang onta atau rendang nyamuk.”

“RENDANG KAMPRET!!!”



Dokter mengabarkan gue dan Koko bahwasanya gue boleh pulang hari ini. Memang, kondisi terakhir badan gue sudah membaik tapi tidak sepenuhnya. Ada obat-obatan yang mesti gue makan rutin sampai habis.

Rasa senang bukan terpancar di wajah gue saja. Tapi juga Koko, dan segenap keluarga gue. Sebelum pulang Koko mengajak kami semua makan di restoran padang.

Banyak jenis lauk pauk yang tersaji di atas meja panjang. Mirip prasmanan. Abah dan Emak sudah terlihat sangat lapar tapi gue memberi peringatan bahwa ada penyakit yang sudah menantinya jika tidak diatur pola porsi makannya.

“Hust!! Urusan nyawa itu urusan Tuhan.” Abah membantah dengan teori orang dulu. Gue sih tidak bisa membalas. Resiko ditanggung sendiri.

“Udah, Bah makan yang banyak,” timbrung Koko menghasutnya.

Abah menghabiskan empat macam lauk. Ayam bakar, dendeng balado, rendang kikil dan ikan bakar. Betapa laparnya dia seperti baru keluar dari gua. Gue saja makan paha atas ayam masih menyisakan dagingnya dan nasi. Nafsu makan gue masih belum kembali normal.

Koko hanya tertawa kecil melihat kedua orangtua gue sangat lahap. Gue menyolek pahanya lalu berbisik. “Maafin Abah sama Emak makannya banyak.”

“Gak apa-apa. Aku sengaja pesan makanan banyak begini supaya mereka bisa makan sepuasnya. Aku senang Kok. Jangan takut.” Koko menepis.


Apa pantas seorang laki-laki ditraktir makan sama kekasihnya? Gue masih sangat tidak enak jika harus pacar gue yang membayar semua makanan ini. Begitu hendak ke kasir, gue menyusul Koko.

“Yank, bagaimana aku yang bayar,” tawar gue.

“Lah, kan aku yang ngajak. Kok kamu yang bayar,” kata Koko agak sewot.

“Aku merasa tidak enak kalo kamu yang bayarin semua ini.”

Koko menatap gue tegas.

“Mulai lagi yah merendahkan perempuan.”

Kali ini gue coba membantah. “Enggak Yank. Aku menghargai uang kamu. Jadi kamu bisa membeli yang lain. Biar aku aja yang bayar semua ini. Kamu liat kan Abah sama Emak makannya banyak.”

“Tuh kan!! Berarti dulu kamu belikan Bapak buku sampai sembilan biji itu sama saja merendahkan aku karena aku tidak protes dengan alasan sama yang kamu buat saat ini. Tidak enakkan. Aku kan udah bilang, aku minta dihargai sekecil apapun usahaku.”

“Kita bagi dua bayarnya yah?”

Koko menatap tegas lagi. Kali ini lebih menakutkan.

Lihat selengkapnya