G O A T

Rizky Brawijaya
Chapter #32

Yellow Card

JUM'AT, 4 MARET 2022

23 : 00


Bidadari stres. Gue disuruh ke rumah Koko buat nemenin dia beli nasi uduk di daerah Kuningan. Apa dia tidak tahu bahwa gue malas gerak kemana-mana jika sudah di kamar.

“Yank! Udah jam 11. Aku baru mau tidur.”

Dia merengek kayak bocah hampir tantrum. “Ayankkkkkkk!! Aku ngidam. Masa aku berangkat sendirian. Gak khawatir apa bidadarinya diapa-apakan orang nanti?”

Gue hanya menepuk kening sambil geleng-geleng kepala menyayangkan. “Bang Yaya gak mau nemenin apa?”

“Dia lagi siaran. Aku tunggu yah 15 menit. Bye honey.”

Tut!!

Panggilan dimatikan sepihak. Gue terpaksa harus beranjak dari kamar untuk menemui dia. Tak ada sepuluh menit gue telah di depan pagar rumahnya. Memang jarak rumah kami tak lebih dari 3 kilometer. Masih satu lingkaran Jakarta Selatan ditambah kondisi jalan yang lengang.


Koko membukakan gerbang, tidak lupa senyuman manisnya menyambut gue dengan tulus. Tapi dia masih mengenakan piyama lengkap yang membuat seketika gue bertanya curiga. “Jadi jalan gak?”

“Ayo.” Dia meraih helm gue dan langsung naik ke atas motor.

“Kamu gak ganti pakaian?”

“Enggak kok. Harus aku pakai kebaya buat nyari makan doang?”

“Gak harus kebaya juga. Setidaknya kamu gak kedinginan. Pakai dalaman gak kamu?”

Koko menyuruh gue menengok ke belakang dan ia langsung menunjukkan tali surga ( tali bra ) berwarna merah jambu tersebut. Ia, gue percaya dan langsung tancap gas. Tadinya saja gue pake kaus kutang doang sama sarung gajah salto.


Perempuan seperti cuaca. Selalu berubah-ubah tidak sesuai dengan rencana awal. Koko yang niatnya beli sebungkus nasi uduk malah dibelikan 2 bungkus yang diperuntukkan gue. Tak hanya itu, ia kesandung ke tukang martabak dan membeli yang isi telur bebek dan sekotak kacang keju dan lagi-lagi buat gue.

“Yank, ini kebanyakan udah. Buat Bapak sama Ibu gak kamu beliin?”

“Bapak udah kenyang aku beliin sup tangkar. Ibu juga. Sekarang giliran kamu udah nemenin aku malam-malam begini.”

“Makasih. Aku tulus nemenin kamu. Seharusnya aku yang belikan martabak buat kamu dan keluarga kamu.”

“Kamu udah sering ayangku. Sekarang giliran aku. Kamu terlalu mengikuti tradisi orang-orang kebanyakan. Padahal perempuan juga berhak membelikan sesuatu untuk orang kesayangannya. Itulah kenapa perempuan perlu di emansipasi.”

Demi menghindari perdebatan panjang, gue segera menarik Koko kembali ke rumahnya. Gue sempatkan meminjam toilet untuk buang air kecil sebelum pulang sayangnya sekembalinya ke motor Koko mengabarkan ban belakang gue kempis total. Aneh, sepanjang perjalanan tadi semuanya aman.

Kita berdua kerjasama membantu memompa ban itu ke kondisi semula tapi selang beberapa detik, ban gue kembali kempis.

“Yah, kayaknya bocor deh Yank,” keluh Koko tolak pinggang dan agak kelelahan.

Lihat selengkapnya