GA

Riyana
Chapter #1

1 : Awal

Waktu menunjukan pukul 05:10

"Adek!" teriak wanita paruh baya dibalik pintu. 

"Adek bangun! Ini udah siang, nanti kamu bisa telat," teriak Priscillia - mama dari gadis itu.

Namun yang dipanggil masih asik dalam dunia mimpi nya. 

"Anindyana Pricillia Putri! Ini udah siang sayang," teriak mama dari gadis yang ternyata bernama Anindyana. "Yana!" seru sang mama.

"Woyy kebo! Bangun lo!" teriak seorang laki laki dibalik pintu sambil memukul pintu itu dengan keras.

Namun gadis itu masih tak kunjung bangun dari tidurnya.

"Ma, pakai kunci cadangan aja biar kita bisa masuk kedalam." usul laki laki itu.

Laki laki bernama Edward Putra Pratama yang merupakan kakak sulung dari Yana.

"Oh iya mama nggak kepikiran, mama ambil dulu." ujar Pricillia. Lalu, Pricillia pergi kelantai bawah untuk mengambil kunci itu dikamar nya.

Setelah mendapatkan kuncinya, Edward segera masuk kedalam kamar dengan nuansa biru dan putih itu.

"Yana bangun!" teriak Edward tepat di samping telinga Yana. Menyebabkan gadis itu terlonjak kaget dan langsung terduduk di atas kasurnya.

"Kakak apa-apaan sih!? Yana bisa tuli kalau begini!" ucap Yana kesal karena kakaknya berani mengusik mimpi indahnya.

"Lagian sih, makanya kalau dibangunin itu cepat bangun, jangan asik tidur terus." ucap Edward panjang lebar.

Gadis itu hanya membalas dengan sebuah senyuman manis miliknya.

"Ya udah, mandi sana!" suruh Edward.

"Ya udah, kakak keluar dari kamar Yana."

"Nggak ah, kakak betah disini, mau disini dulu, lagian besok kakak balik ke kampus, nanti nggak bisa tiduran disini lagi."

"Ya udah, tapi jangan ngapa-ngapain ya? Awas aja kalau kakak sampe ngapa ngapain!" ancam Yana yang hanya ditanggapi dengan anggukan kecil dari sang kakak.

Yana pun mengambil handuk dan seragamnya, lalu pergi ke kamar mandi. Butuh waktu 15 menit baginya untuk membersihkan diri. Setelah selesai, Yana keluar dari kamar mandi untuk merapikan rambutnya.

Namun saat keluar ia tidak menemukan sang kakak di tempatnya tadi berbaring. Yana pun mengacuhkan hal itu dan berpikir bahwa kakaknya pergi olahraga karena tadi dia sudah memakai setelan olahraganya.

Yana berdiri didepan cermin dan mulai merapikan rambutnya, memakai sedikit bedak bayi dan lipgloss juga parfum.

10 menit berlalu, kini Yana telah sempurna dengan tampilannya hari ini. Ia sungguh cantik.

"Pagi ma, pa, kak Cil!" sapa Yana saat sampai di ruang makan.

"Pagi!" jawab mereka bersamaan.

Yana duduk di kursi sebelah cicil dan berhadapan langsung dengan papanya.

"Dek?" panggil Cicillia - Kakak perempuan Yana.

"Apa?" jawab Yana.

"Kamu itu cantik, tapi kok kalau tidur kayak kebo sih dek?" tanya Cicil dengan nada mengejek.

"Kakak itu niatnya mau muji, nanya, atau ngatain Yana sih?" sungut Yana kesal.

Semua tertawa melihat wajah Yana yang menggemaskan saat sedang marah dan kesal.

"Udah ... Udah ... Nggak usah ngambek, udah cantik gini masa ngambek," bujuk Pricillia sambil mencubit pipi putrinya itu dengan gemas.

"Ciee ngambek," ledek Cicil yang membuat Yana makin BadMood.

"Udah udah, kita sarapan dulu, ributnya lanjut nanti aja." ucap Putra - papa Yana menengahi.

Akhirnya mereka memulai acara makan pagi mereka dengan tenang dan sesekali mereka isi dengan canda tawa mereka. Begitu pula dengan Yana yang tampaknya sudah melupakan amarahnya tadi. Sungguh Moody Girl.

15 menit berlalu..

Setelah sarapan, Yana, Cicil, dan Putra bersiap pergi melakukan kewajiban mereka.

"Mama, kita mau berangkat!" teriak Yana dari ruang tengah.

Pricillia menghampiri mereka dari dapur .

"Iya, hati hati ya," ucap Pricillia lembut

"Assalammualaikum," ucap mereka bersamaan.

"Waalaikumsalam," balas Pricillia

Akhirnya mereka berangkat setelah berpamitan pada permaisuri keluarga kecil itu.

Selama diperjalanan Yana dan Cicil sibuk bercanda dan membicarakan hal-hal yang hanya anak seusianya saja lah yang mengerti. Dan di samping Cicil, sang papa tersenyum lebar saat memerhatikan kedua putri nya. Jarang sekali mereka akur seperti ini.

               ••••••••••

15 menit kemudian..

"Pa, papa langsung ke kampus atau pulang dulu?" tanya Cicil pada papanya saat sudah berhenti di depan gerbang SMA Pelita.

Ya, papanya adalah dosen sekaligus pemilik yayasan.

"Langsung aja, capek kalau pulang dulu, nanti keburu macet juga." jelas Putra.

"Oh ya udah. Pa, kita masuk dulu ya," izin Yana.

"Assalammualaikum," ucap kedua gadis itu bersamaan.

Mereka turun dari mobil setelah pamit kepada Papa mereka.

Mereka berjalan beriringan menuju kelas mereka. Saat di koridor utama, mereka merasa ada yang memanggil salah satu dari mereka. Dan akhirnya mereka menoleh dan menemukan Sindy sahabat baik Yana tengah berlari menghampiri mereka.

"Yana ... Dipanggil ... Nggak mau ... Nengok," ucap Sindy dengan napas yang terputus-putus akibat mengejar dua bersaudara itu.

Dan Yana hanya merespon dengan menunjukan deretan giginya.

"Eh ada kak Cicil, maaf kak tadi aku nggak lihat." Sindy meminta maaf sambil menunjukan deretan giginya saat menyadari kalau ada Cicil di samping Yana.

"Iya nggak apa apa," jawab Cicil santai. "Ya udah, kakak ke kelas duluan ya, daah!" tambah Cicil sambil melambaikan tangannya lalu melenggang pergi.

Setelah Cicil pergi mereka pun melanjutkan langkah mereka menuju kelas mereka sambil mengobrol.

"Eh Yan, gimana perkembangannya?" tanya Sindy semangat.

"Perkembangan apa?"

"Soal Fattah,"

Ya, Yana memang menyukai Fattah, cowok kelas X IPS 1. Adik kelas mereka.

"Oh nggak ada."

"Dia ngerespon lo nggak?"

"Iya, ngerespon," jawab nya. "Eh tapi belakangan ini gue kesel banget sama teman-temannya Fattah sumpah!"

"Emangnya kenapa?"

 "Ya itu, ngeledekin gue sama si Zulfa terus, padahal kan udah jelas-jelas kalau si Zulfa itu sukanya sama si Angel anak XI IPA 1. Kenapa harus gue yang mereka jadiin bahan candaan!" jelas Yana panjang lebar.

"Yang sabar ya Yan ...," Sindy menahan tawanya. "Eh Yan, lo sadar nggak sih kalau lo tuh diliatin terus sama cowok anak kelas sepuluh yang temannya si Zulfa Itu?"

"Siapa? Rian?"

"Nah iya itu, dia kok liatin lo terus ya?"

"Suka kali," ucap seseorang dibelakang mereka.

Yana dan Sindy kompak menoleh dan menemukan Kevin di sana dengan segelas jus ditangannya.

"Nah iya bener tuh kata Kevin, dia kayaknya suka sama lo deh Yan," seru Sindy yakin. "Eh tapi Vin, bukannya lo juga hmphh ... " ucapan Sindy terputus karena Kevin tiba-tiba membekap mulutnya.

"Kevin kenapa?" tanya Yana yang sedari tadi hanya diam mendengarkan Sindy berbicara.

"Nggak ... Sindy mah nggak usah di dengerin," jelas Kevin salah tingkah.

FYI..

Kevin Alexander Chandra ketua klub basket SMA Pelita. Cowok tegas namun manis dan penyayang.

Yana menatap mereka curiga, "Ada yang kalian sembunyiin dari gue ya?" tanya Yana sambil menyipitkan matanya.

"Nggak kok, ya kan Sin?" tanya Kevin kepada Sindy sambil menarik rambut bagian belakangnya dengan pelan.

"Eh iya, nggak ada apa apa kok," jawab Sindy gelagapan sambil menunjukan deretan giginya.

Yana masih tidak percaya. Namun saat ingin bertanya kembali, ternyata kini mereka telah sampai dikelas mereka, kelas XI IPS 1.

"Eh gue ke kelas ya, bye!" pamit Kevin sambil melambaikan tangannya lalu melenggang pergi ke kelasnya, kelas XI IPS 2.

"Bye!" balas mereka bersamaan sambil melambaikan tangan

Saat memasuki kelas, di sana sudah ada Caca dengan buku Biografi dihadapannya. Caca memang gadis yang rajin dan pandai. Disaat yang lain gemar membaca novel, Caca justru lebih gemar membaca buku pelajaran yang tebal-tebal.

"Pagi!" seru Yana dan Sindy bersamaan saat mereka memasuki kelas.

"Pagi!" jawab beberapa anak termasuk Caca.

Sindy dan Yana pergi menghampiri tempat duduk mereka yang tepat berada di belakang tempat duduk Caca dan Agatha.

"Ca, nggak bosan apa baca buku terus?" celetuk Sindy saat sudah menempatkan tubuhnya di kursi. Disusul oleh Yana.

"Nggak, emang kenapa?" tanya Caca tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tebal itu.

"Nggak ada niatan buat baca novel gitu?" tanya Sindy sambil mengeluarkan novel dari tas nya.

 "Novel apa itu, Sin?" tanya Agatha antusias. Dia memang suka membaca novel.

"My Possessive Bad Boy." jawab Sindy sambil menyerahkan novel itu pada Agatha dan diterima olehnya dengan hati yang berbunga-bunga.

Dan Yana ... Sedari tadi dia hanya diam sambil memainkan ponselnya dan sesekali tersenyum.

"Yan, ngapain kok senyum-senyum?" tanya Sindy penasaran.

Namun Yana tetap fokus pada ponselnya.

"Woyy! Anindyana Pricillia Putri!" teriak Sindy dengan suara nyaringnya tepat di telinga Yana. Membuat gadis itu terlonjak kaget. Begitu pun dengan tema- temannya yang berada dikelas, mereka langsung menoleh padanya.

"Apaan sih?!" tanya Yana kesal.

"Lo ngapain main HP sambil senyum-senyum sendiri gitu? Kesambet apaan lo?" tanya Sindy.

"Palingan juga lagi balas chat Fattah," tebak Caca sambil mengalihkan pandangannya menjadi pada Yana.

"Ih jangan keras-keras!" ucap Yana kesal.

"Eh iya maaf," Caca menunjukan deretan giginya.

"Sin, ini makasih novelnya, nanti gue pinjam ya? Gue mau ke IPA 2 dulu. Bye!" Agatha melambaikan tangannya lalu melenggang pergi keluar kelas.

Lihat selengkapnya