Gabut Masa Pandemi Corona

Rus Levin
Chapter #1

Rumah

Ini sudah beberapa bulan sejak Sena berkuliah di rumah. Pagi-pagi buta seperti biasa dia sudah terbangun dari tidur lelapnya. Meskipun hawa kantuknya masih ada, tetapi dia mencoba memaksakan diri dan segera membasuh wajahnya. Kemudian berdoa beberapa menit untuk memulai hari. Sejak masa pandemi, Sena lebih banyak berdoa daripada biasanya. Alasannya karena dia merasa ada yang kurang, ditambah lagi pihak gereja menyuruh jemaatnya beribadah di rumah.

Setelah selesai berdoa, Sena berjalan ke arah laptopnya dan membuka situs untuk kuliah daring yang disediakan oleh kampusnya. Setidaknya dia dapat mengetahui tugas yang harus dikerjakannya lebih awal. Sena bukan orang yang suka dengan deadline, lagi pula dia ingin menyisakan waktu di akhir pekan untuk bersantai. Meskipun dia tahu bahwa ini belum waktunya liburan.

Ketika sedang asyik berselancar di internet, tiba-tiba terdengar suara alarm dari kamar adiknya Heni. Dia pun segera berjalan menuju kamar adiknya untuk membangunkannya.

“Bangun Dek, alarm punyamu udah bunyi tuh,” ucap Sena dengan volume yang besar.

“Iya Kak, bentar.” Heni pun mematikan alarm, kemudian membalikkan badannya di kasur. Dia seperti sudah terikat dengan kasur yang ditidurinya itu.

“Yah malah tidur lagi.” Sena berjalan keluar karena dia tahu bahwa tidak ada gunanya membangunkan adiknya yang masih mengantuk itu.

Sena kembali ke dapur untuk memasak nasi. Ketika sedang mencuci beras, ibunya membuka pintu kamarnya. Ibu Sena berjalan menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahnya.

“Kamu nanti kuliah jam berapa?” tanya Ibu setelah keluar dari kamar mandi.

“Jam delapan Bu.”

“Kamu ke pasar dulu sama beli jajanan buat adek. Katanya dia nanti masuk sekolah tatap muka.” Ibu pun mengambil uang dua puluh ribu dari dompet dan memberikannya kepada Sena.

“Kamu ajak adekmu juga, bangunin sekalian.” Sena pun mengangguk dan berjalan menuju kamar adiknya.

“Dek, bangun. Ayo ke pasar, katanya mau beli jajanan,” ucap Sena sambil menarik tangan adiknya.

“Duh, kenapa harus ke pasar sih?” balas Heni dengan nada dan raut muka agak kesal.

“Ya kan di sana ada jajanan banyak.”

“Lah, di warungnya Mas Udin juga ada jajanan sama bumbu dapur.”

“Emangnya udah buka?”

Lihat selengkapnya