Aku memutuskan pergi dari kehidupan kelam menuju pencarian hidup yang lebih baik. Di sinilah aku, menatap embun pagi di setiap harapan-harapan baru, menyusun rangkaian jadwal demi pencarian sang Ayah. Tiap hembusan napas, aku menatap langit dan berdoa supaya Tuhan menemukan kita di tempat yang sama. Menemukan kenangan yang belum sempat diukir dan mengulangnya kembali. Tapi pada nyatanya, seluruh ucapan pada relung hatinya, berkata lain. Tak ada yang diulang, semua berjalan ke depan.
Malang, 2021 .
Minggu siang matahari tak terlalu terik sehingga memudahkan Gadis untuk berjalan ke tempat yang dituju. Gadis memandangi tempat kos yang hampir mirip dengan rumah susun dari kejauhan. Ia menimang-nimang apakah hidup jauh dari sang Ibu adalah keputusan tepat mengingat ia tak pernah sekalipun pergi dari sisi Nirina. Daerah kos yang diambilnya berada di Suhat (Soekarno-Hatta), atau jembatan Suhat yang digadang-gadang sangat bagus saat malam hari.
Gadis menghentikan langkah sejenak, kopernya ia sandarkan pada kedua kaki, tangannya melepas kunciran rambut dan memasangnya kembali. Ia berjalan gontai sambil menarik koper dan tas kecil berisi barang-barang penting miliknya. Seakan mengetahui ada yang datang, perempuan paruh baya muncul dari balik pintu. Gadis berjalan pelan ke arahnya.
"Permisi, Bu. Kemarin saya sempat booking kos lewat aplikasi, apakah saya bisa bertemu dengan si pemilik kos?" Gadis menyodorkan ponsel, memastikan alamat padanya.
"Iya benar, ini Nak Gadis ya?" tanyanya kemudian, Gadis mengangguk.
"Oh, saya Retno, penjaga kos di sini. Mau saya antar ke kamar sekarang?” Bu Retno berjalan lebih dulu sambil membawa beberapa kunci.
“Iya, Bu.” Gadis mengikuti langkah pendeknya.
"Nak Gadis ini datang dari mana? Sepertinya bukan orang asli sini." Bu Retno mulai membuka pintu kamar. Gadis mengedarkan pandangan. Oke juga, batinnya. Lokasi kamarnya berada di lantai dua, ia tersenyum saat Bu Retno menyibak gorden, terlihat bahwa kamar itu memiliki balkon.
"Saya dari Surabaya, Bu." Gadis menatap Bu Retno yang menanti jawabnya.
"Nak Gadis kira-kira perlu apalagi? Apa ada yang kurang dari kamar ini?" tanyanya ramah. Gadis menggeleng perlahan.
"Oke, kalau Nak Gadis butuh apa-apa bisa panggil saya ya. Anggap saja, saya sebagai Ibu pengganti di sini. Jangan sungkan minta bantuan," tawar Bu Retno. Gadis tersanjung mendengar penuturan tersebut.
"Siap, terima kasih banyak Bu Retno." Beliau memberikan kunci kamar pada Gadis dan meninggalkan tempat. Gadis meletakkan koper lalu berjalan ke jendela. Kamar yang ia sewa memiliki balkon, ia menoleh ke kanan dan kiri ternyata hampir semuanya memiliki balkon kecuali kamar paling ujung. Ia mulai mengeluarkan barang-barang dari koper. Gadis berjalan ke kamar mandi, menganggukkan kepala beberapa kali. "Bersih juga ternyata," ucapnya lirih.
Malamnya, Gadis membaca novel yang ia beli di Gramedia Minggu lalu. Beberapa novel yang masih terbungkus plastik ia bawa untuk menemani rasa bosan. Setelah menyelesaikan bacaan terakhir, ia meletakkannya di samping buku Yasin. Gadis merenung memandang buku itu. Buku milik Aat yang selalu ia bawa ke mana-mana. Layar ponselnya tiba-tiba menyala. Ada satu pesan dari sang Ibu.