Muthia mengerutkan alisnya, bingung dengan apa yang mereka katakan. "Siapa Nia?" tanyanya, mencoba memahami konteks percakapan yang terasa misterius.
Syifa dan Nita, seperti ingin menjauhkan Muthia dari aura yang terasa di sekitar kasur tersebut, menarik tangan Muthia sambil mengajaknya untuk duduk di kasur milik Syifa. "Kamu masuk ke pondok pesantren ini tanpa tahu cerita tentang Nia?" tanya Syifa dengan ekspresi heran karena bingung dengan keanehan Muthia.
Nita menjelaskan lebih lanjut, "Dia mantan santriwati di kamar ini. Mengundurkan diri dari pondok pesantren ini semester lalu karena ada penampakan ghaib." Nita melanjutkan, "Kamu lihat, ‘kan? Semua kamar di pondok ini penuh kecuali kamar ini. Semua penghuni kamar ini mengundurkan diri kecuali kami berdua. Takut dengan gangguan ghaib yang ada."
Penjelasan Nita membuka tabir misteri yang menyelubungi kamar itu. Muthia merasa atmosfer yang terasa aneh sejak tadi semakin menggigit. Pandangan matanya melirik sekeliling kamar, mencari tanda-tanda yang mungkin tidak terlihat oleh mata biasa. Cerita tentang Nia dan kejadian supranatural yang terjadi di sini menimbulkan kebingungan dan ketegangan di dalam diri Muthia.
"Jadi, apa yang terjadi pada Nia?" tanya Muthia dengan rasa ingin tahu yang kian memuncak, mencoba meresapi cerita yang terbentang di depannya. Syifa dan Nita saling pandang, seolah-olah mempertimbangkan seberapa banyak informasi yang sebaiknya mereka bagi dengan Muthia.
Nita melanjutkan ceritanya dengan mata yang berkobar-kobar, mencoba menyampaikan kejadian yang menakutkan itu, "Dia dicengkeram oleh makhluk ghaib ketika sedang sendirian di dalam kamar ini. Tangannya sampai memiliki luka bakar berbentuk telapak tangan. Sejak saat itu dia jadi pendiam dan tidak mau cerita apa pun ke kita. Sampai akhirnya teman-teman sekamar kami yang lain juga mulai terkena gangguan. Akhirnya mereka keluar satu per satu."
Muthia merasa gemetar mendengar cerita itu, mendapat gambaran yang mencekam tentang kejadian di kamar tersebut. Dia menatap wajah Nita dan Syifa secara bergantian, mencari tanda-tanda apakah cerita itu benar atau hanya mitos yang dilebih-lebihkan. Mereka terlihat serius dan tulus dengan apa yang mereka sampaikan, mengisyaratkan bahwa cerita ini bukanlah bualan semata.
“Beneran?” tanya Muthia dengan rasa ragu yang mulai menghinggapi pikirannya. Keadaan kamar yang sebelumnya terlihat biasa-biasa saja, kini terasa berbeda. Suasana mistis tampaknya mengitarinya, membuatnya merenung sejenak sebelum kembali berbicara, “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Syifa dan Nita saling pandang, seolah-olah merencanakan strategi yang harus diambil. "Sebaiknya kita waspada dan berhati-hati," jawab Syifa dengan nada serius. "Kita tidak tahu pasti apa yang terjadi di sini, tapi lebih baik kita hindari melakukan hal-hal yang dapat memicu gangguan ghaib itu. Tapi, lebih baik lagi jika kita cerita ke Kyai Rochim, mungkin dia bisa memberikan nasihat atau bantuan."
Muthia mengangguk mengerti, menyadari bahwa tantangan besar menghadangnya di pondok pesantren ini. Cerita seram tentang Nia dan kejadian mistis di kamar ini memberikan nuansa yang tak terduga pada perjalanannya.