Gadis Biola

Auni Fa
Chapter #21

Hujan

Bulan berlalu cepat. Kebun apel mulai berbunga. Lebat, mekar keunguan. Senang sekali hati seluruh petani kebun, juga Gladys dan Marlina. Mereka tak sabar menunggu waktu berguling sampai bunga-bunga itu membentuk buah. Sambil merawat, Gladys selalu memberitahu semua petani tentang cara merawat pohon apel. Ada beberapa petani yang mulai mencoba di depan rumahnya, menerapkan pola bercocok tanam seperti yang dikatakan Gladys.

Kali ini, kegiatan Gladys tidak berhenti di kebun, dan mengaji waktu sore. Dia juga mulai aktif mengajarkan anak-anak membaca, menulis dan berhitung sederhana. Sebab di desa ini tidak ada sekolah formal. Pondok yang dipakai untuk mengaji tidak mengajarkan pendidikan formal. Gladys meminta izin ke Pak Hisyam untuk diperbolehkan mengajarkan baca tulis dan berhitung. Pak Hisyam setuju. Dia malah senang karena sekarang pondok tidak hanya mengajarkan ilmu agama saja, tapi juga pelajaran-pelajaran lain yang tidak kalah penting untuk modal masa depan santri-santrinya.

Seperti yang Gladys lakukan siang ini usai salat dzuhur. Dia mengisi satu jam pelajaran matematika di sebuah kelas. Setelah itu, bergerak ke kebun untuk melihat perkembangan pohon-pohon apelnya. Marlina sudah ada di sana sejak tadi, melambaikan tangan saat melihat Gladys berjalan mendekat.

“Ada yang berbuah, Gladys!” Marlina berteriak. Semakin kencang lari Gladys. Tak sabar melihat bayi buah apel itu.

Subhanallah.” Gladys membungkuk, menyentuhnya lembut. Kecil, hijau, rapuh. Tersenyum gadis itu. Lega sebab tidak sia-sia usaha mereka menanam sejak dua tahun lalu. Namun angin siang ini bergerak lebih hangat dari biasanya. Gladys bangkit, menghirup napas dalam-dalam, merasakan udaranya yang lembab. Dia ingat suasana seperti ini. Seperti apa yang diberitahukan Mijan dulu.

Gladys melihat ke atas, awan-awan bergerak cepat. Ada satu awan menyerupai ekor kuda di sana. “Sebentar lagi hujan.” Ucap Gladys lirih.

“Apa?” Marlina mengernyit bingung. Juga melihat ke atas. Tidak ada mendung. Bahkan bisa dibilang siang ini matahari terik menyengat.

“Kata Mijan, salah satu temanku di kebun, kalau kita melihat awan seperti ekor kuda itu!” Gladys menunjuk ke atas, memberitahu Marlina. “Artinya hujan akan turun tidak lama lagi.”

“Oh ya?” Marlina masih antara percaya tidak percaya.

Lihat selengkapnya