Gadis Biola

Auni Fa
Chapter #31

Kenangan

Fatimah menggoyang-goyang kaki Gladys, menyuruhnya bangun.

“Ini sudah waktunya. Cepat!” suaranya lembut, lirih. Mbok Ija di sebelah pun sampai tak dengar. Namun Gladys sudah terbiasa dengan suara sekecil apa pun. Di Desa Marlina, tidak ada radio, tidak ada suara berisik saat malam kecuali binatang malam. Dia sampai bisa mendengar suara dentuman katak yang mengelu-elukan kekasihnya di seberang pohon. Jauh dari rumah Mak Ni.

“Sebelum berangkat, cobalah makan dulu. Supaya kau punya tenaga,” tambah Fatimah. Gladys pelan-pelan bangkit, tidak mau Mbok Ija di sebelahnya terbangun. Mengangguk menjawab pertanyaan ibunya.

Setelah memakai jilbab, Gladys beranjak keluar, menuju ruang tengah. Di sana, sudah berkumpul semua orang, termasuk Kapten Herman, Sutoyo, dan Mr. Van Dort. Mereka bersiap dengan senjata masing-masing. Yuni yang tadi lelap di atas sofa, mendengar ramai-ramai, bergegas bangun, duduk sila sambil memandangi semua orang. Gladys mendekatinya. Menyuruhnya tidur lagi. Gadis kecil itu menggeleng cepat. Tidak mau.

“Ini masih gelap, Yuni. Kalau kau bangun sekarang, boleh jadi besok pagi ketika semua orang bangun, kau malah mengantuk, tidur lagi. Tidak baik tidur ketika di luar burung-burung sudah mulai berkicau mencari biji-bijian.”

Suasana berisik di ruang tengah mungkin yang membuatnya terbangun. Belum lagi Mijan yang dari dapur, membawa beberapa potong ketela rebus. “Sarapan! Sarapan!” dia bicara sedikit lantang. Wajahnya dipenuhi senyum yang tidak dimengerti semua orang. Sebab ini suasana tegang. Mereka mau berangkat mengadu nyawa. Tapi Mijan seperti tidak peduli dengan tegangnya situasi ini. Yuni jadi semakin tidak bisa tidur. Sebentar Gladys melirik sengit ke arah Mijan, memberi kode agar tidak berisik. Buru-buru Mijan menutup mulut.

“Sarapan ... sarapan ...” Mijan mengulang lagi, kali ini pelan, nyaris tidak terdengar. Sedikit membuat semua orang tertawa lirih.

“Yun! Kuantar kau ke kamar Mbok Ija. Di sini terlalu berisik.”

Yuni menurut, berdiri, melangkah lemas ke kamar Mbok Ija. Gladys mengikutinya di belakang. Tak lupa dia mengambil biola yang masih tergeletak di kursi ruang tamu. Begitu tiba di kamar, Yuni langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur, di sebelah Mbok Ija yang masih lelap. Gladys meletakkan biolanya di atas nakas, dekat dengan sebuah lilin kecil di atas mangkok yang sedikit menerangi kamar besar ini.

“Mbak Gladys mau pergi ke mana?” sambil memejamkan mata, gadis kecil itu bertanya. Gladys menyempatkan duduk di samping Yuni. Menjawab pertanyaannya.

Lihat selengkapnya