ANGIN-angin pagi masuk melewati jendela, membuat Rani dan Wulan saling meringkuk dan berebut selimut. Karena tidak sudah-sudah pertandingan perebutan selimut itu, akhirnya Wulan pilih mengalah, kemudian dia bangun walau kelopak matanya masih berat, dan mulutnya masih menguap, dan rambutnya masih pula berantakan. Kemudian ditatapnya Rani yang masih terlelap pulas macam lelaki berandal pengangguran. Kemudian dia elus-elus rambut lurus Rani dan kemudian menyelimuti Rani dengan benar.
Satu kecupan dari Wulan mendarat di kening adiknya itu, ialah Rani. Selepasnya dia berdiri, lekas menutup jendela yang tak tertutup malam tadi sebelum dia melangkah menuju kamar mandi.
Satu jam berlalu, aroma dadar merebak mengisi udara di rumah toko mereka. Rani yang sedang tidur seperti tak akan lagi bangun-bangun itu rupanya tergoda. Meski matanya masih enggan terbuka, namun tubuhnya bangkit, kakinya melangkah menuruti alur dari aroma telur dadar buatan Wulan layaknya seekor pemangsa.
"Dadar lagi?" keluh Rani setibanya dia. Dagunya bersandar manja di pundak Wulan yang sibuk mempersiapkan santapan di meja makan.
"Ini milikku," balas Wulan gusar.
"Kedua-duanya?"
"Tentu saja, kedua-duanya!"
"Selamat makan, kalau begitu!" ucap Rani, kemudian tangannya dengan cepat menyambar salah satu dadar. Dia tertawa kemudian dia langsung lari, pergi merebahkan tubuhnya lagi, melanjutkan tidur yang terpenggal oleh aroma dadar tadi.
"Hei! Pakai nasi, Rani!" bentak Wulan sambil mengacungkan sodetnya.
###
SEKIRANYA 7 tahun sudah berlalu semenjak orang tua mereka mati. Beritanya, orang tua mereka mati dalam kasus tabrak lari. Perihal warisan yang ditinggalkan adalah sebongkah emas beserta rumah mewah. Namun ada perkara yang sangat mengejutkan, rupanya utang-piutang ikut pula terwarisi, sehingga kedua gadis itu tidak hanya diliputi oleh duka kepergian, tapi juga kemiskinan.
Lanjut cerita, belum usai 7 hari semenjak hari kematian itu, 3 orang penagih utang utusan seorang rentenir yang tidak teridentifikasi namanya tiba-tiba datang ke rumah mereka. Tentu bukan untuk melayat, melainkan untuk menyita sebongkah emas beserta rumah mewah yang semestinya sudah menjadi milik Rani dan Wulan.