GADIS BULAN

Teguh D. Satrio
Chapter #9

BAB 8

Ahmad Marjuki, dulunya penguntit. Tolong jangan berburuk sangka, Kawanku, sebab dia hanyalah pengagum rahasia dari seorang pelukis paling tersohor di Kota Nurwulan, yaitu Gundala.

Sesungguhnya Marjuki mirip-mirip Gundala, senang sekali menyendiri di sepanjang waktu. Jika Gundala menyendiri sebab merasa diri adalah kemalangan, Marjuki menyendiri sebab kesombongan. Pasalnya, Marjuki adalah anak dari sepasang pedagang besar yang menjual segala rupa alat-alat bangunan. Tak ayal, dari lahir dia telah bergelimang uang. Namun ketika orang tuanya pergi ke Pulau Jawa hendak memasok obeng jenis terbaru untuk toko mereka, sekonyong-konyong kapal karam, membuat Marjuki menjadi yatim piatu dadakan.

Adapun harta yang tertinggal, termasuk dengan seluruh barang dagangan, telah raib dibawa kabur oleh si kakak pengasuh. Seperti kata pepatah, sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Seorang perempuan yang adalah ibu dari seluruh anak yatim dan piatu di kota itu, pun ibu asuh daripada Gundala, kemudian membawa Marjuki ke rumahnya. Lalu dia perkenalkan Marjuki kepada anak-anak lainnya, berharap agar mereka semua mau menjadi kawan pelipur lara bagi si anak baru itu. Sebab, umpama sebuah jabatan, Marjuki adalah yatim dan piatu fase magang, maka dia harus banyak beradaptasi dengan bermacam-macam kemiskinan. Meskipun kemiskinan itu sendiri adalah suatu mimpi buruk bagi dirinya. Seperti misal pada hari pertama berada di rumah asuh, dia muntah-muntah sebab tidak pernah makan nasi yang beberapa menit lagi akan basi. Atau pada malamnya, dia terbatuk-batuk sebab tidak pernah menghirup asap obat nyamuk. Tidak jarang dia kedapatan berak di dalam celana sebab takut, sebab kamar mandi terletak cukup jauh yaitu 20 meter dari rumah asuh itu, pun berdinding kayu yang sudah berlumut-lumut, di keliling oleh semak belukar, ditumbuhi akar-akar, pernah menyelinap 3 ekor ular, dan usut punya usut, kamar mandi itu pula telah menjadi markas besar kaum-kaum tuyul.

Satu pemikiran skeptis muncul kemudian, setelah berhari-hari menyaksikan para kawan yang sangat terbiasa dengan segala jenis kemiskinan, bahwa jika dia ikut bergaul dengan mereka, kekayaan enggan kembali kepadanya. Maka sejak hari itu Marjuki memutuskan untuk menyendiri.

Perjumpaan Marjuki dengan Gundala bisa berarti nostalgia. Maksudnya, saat Marjuki melihat Gundala pulang dengan membawa sekantong uang, teringat olehnya bagaimana dahulu uang-uang itu pernah pula dimilikinya, bahwa sebelum miskin dia pernah merasa kaya. Itulah awal mula bagaimana dia mengagumi Gundala. Maka sejak hari itu pula, di mana pun ada Gundala, pasti dalam jarak lebih-kurang 12,7 meter jauhnya ada Marjuki. Kalau Gundala mampir ke toko bangunan, Marjuki akan mampir ke toko perabotan. Toko perabotan dan toko bangunan saling berseberangan. Kalau Gundala melukis di Pantai Senja, Marjuki akan menimbun tubuhnya dengan pasir pantai, menyisakan mata untuk terus memantau Gundala, dan hidung untuk bernapas. Fanatik!

Bukan Gundala tidak tahu perangai adik tingkatnya itu, bahkan Gundala tahu mengapa ada lubang di dinding kamarnya. Ulah Marjuki, tentu saja. Siapa lagi kalau bukan? Lubang itu berfungsi untuk mengintip kalau-kalau Gundala sedang asik mengurung diri di dalam kamar. Maksudnya, lantaran Gundala sering menghabiskan waktu di dalam kamar hanya untuk melukis.

"Masuklah," ucap Gundala pada akhirnya. Barangkali dia sudah muak.

Lalu Marjuki membuka pintu kamar Gundala dengan gelagat malu-malu tapi mau. Lalu dia melangkah masuk dengan setengah hati sebab kalau bukan karena Gundala adalah idolanya, tidak akan dia mau menginjakkan kaki di kamar yang sudah macam toilet umum itu.

"Katakanlah, Adik, apa yang kau inginkan dariku?" Gundala masih sedang melukis, tidak lepas perhatiannya dari kanvas barang sedetik pun. Kemudian Marjuki menunjuk salah satu lukisan milik Gundala.

"Aku ingin itu," ucapnya. Nah, inilah yang disebut tak tahu diri sekaligus tak tahu malu. Tidak bisa membedakan menjadi anak orang kaya dengan bekas menjadi anak orang kaya berakibat kepada tidak punya etika, dengan kata lain, Marjuki lah orangnya, berdasar kepada nada ucapannya.

Lihat selengkapnya