AREA istimewa, penuh mistis dan legenda, dan kerap menjadi latar utama dalam hikayat orang-orang lama, yaitu Bukit Fajar. Di siang hari memang tampak biasa saja dan di malam hari macam istana dari makhluk-makhluk tak kasat mata. Namun, tatkala surya melirik-lirik dari ujung timur sana, Bukit Fajar menjelma taman berkumpulnya para raja. Tidak tahu bohong atau benar, konon, di sanalah Tuhan menemukan seorang perempuan yang pantas menyandang gelar Dewi Bulan, yaitu Maharani.
Bukit Fajar sendiri tak ubahnya rimba, rupa-rupa pohon tumbuh segar di sana. Rindang cemara bergoyang-goyang, tunas-tunas akasia berjatuhan, dan biji-biji pinus berserakan. Di tengah-tengah ada sebatang beringin besar berdiri bijak, dilambai-lambaikan oleh cendana, membuai mahoni sehingga daun-daunnya berguguran. Meski terkesan indah ragam semestanya, penuh bahari nan memesona, Bukit Fajar justru dilarang untuk semua orang lantaran, selain gamang pada kisah-kisah misteri, seluruh tanahnya telah atas nama seseorang, yaitu Marjuki.
Terkait dengan satu kisah misteri, bahwa jauh di dalam Hutan Bukit Fajar terdapat sebuah rumah besar yang mengerikan. Orang-orang meyakini kalau rumah itu dihuni oleh sang penjaga hutan utusan Dewi Bulan, yaitu raja dari segala satwa, yaitu seekor makhluk mitologi yang bernama Silaha. Kata mereka pula, Silaha akan menyerang siapa-siapa yang berani masuk ke dalam Hutan Bukit Fajar. Merasa tertantang, seseorang pernah mencoba masuk dan tak lama kemudian dia keluar sambil berdarah-darah. Sadis, bilang si orang nekat itu pula, jari telunjuk di tangan kanannya telah dimakan Silaha. Bulat-bulat!
Namun, Kawanku, ini hanya di antara kita-kita saja, bahwa rumah besar yang mengerikan itu dulunya adalah sebuah rumah asuh tempat Gundala dan Marjuki tumbuh besar. Sedang Silaha, dia sungguh-sungguh ada, tapi jangan mau percaya pada cerita bahwa Silaha adalah siluman setengah kera setengah macan, bahwa kepalanya dapat memunculkan api dan tangannya dapat memunculkan es batu. Di lain kisah ekornya adalah ular dan hidungnya adalah belalai gajah.
Harap maklum, orang-orang dahulu memang punya sedikit ilmu sehingga mistis bin ajaib bin gaib telah menjadi tutur terakhir dari segala hal yang terlihat tidak masuk di akal sehat. Pun tidak pernah mereka mengenal primata selain kera dan orang utan. Nyatanya, Silaha hanyalah seekor monyet bekantan yang melarikan diri dari sebuah grup sirkus di Kalimantan.
Di duga Silaha telah secara diam-diam memasuki sebuah kapal yang hendak singgah di Pelabuhan Tanjung Bulan. Selepas kapal tiba dia pun keluar, lalu dia berjalan-jalan tanpa tentu arah dan tujuan. Gundala dan Marjuki, yang sewaktu itu sedang dalam perjalanan pulang, tak sengaja melihat Silaha rupanya sudah jadi bulan-bulanan, sebab warga mengira monyet bekantan itu adalah siluman. Tidak perlu kita menuduh warga adalah si jahat. Salah monyet itulah sebenarnya, bahwa dia tidak sadar kalau kostum sirkusnya bisa saja membuat seorang tua bangka mati kejang. Dan, lantaran iba, sigap Gundala menyusup ke dalam kerumunan, lalu dia tarik Silaha keluar, lalu dia bawa monyet itu pulang, masuk ke dalam Hutan Bukit Fajar.
Akhir kata, bahwa cerita-cerita yang tersebar, yaitu Legenda Silaha Si Raja Hutan, telah dengan sengaja dikarang oleh Gundala dan Marjuki demi melindungi si monyet bekantan itu. Semakin mengerikan cerita itu kemudian, adalah sebab mulut-mulut oknum yang tak bertanggung jawab.
###
MENGUSUT masa lalu, kata pemilik panti asuhan tempat tinggalnya dahulu, dia adalah bayi yang dibawa hanyut oleh arus sungai, kemudian ditemukan oleh suami dari si pemilik panti saat sedang memancing, di dalam sebuah kotak kayu dengan relief bergaya zaman lama. Saat diangkat kotak kayu itu seperti tidak ada apa-apa, namun saat dibuka cahaya terang langsung muncul, dan seorang bayi laki-laki telah lahir ke dunia. Bayi itu diberi nama Bintang Fajar.
Sialnya Bintang, dia disambut bukan sebagai seorang bayi tak berbapak dan tak beribu. Sepasang suami-istri itu⸻sebut saja nama mereka adalah Karim dan Lasmi⸻bersukacita menyambut Bintang sebagai tambahan personil, sebab rumah panti mereka rupanya adalah markas dari sebuah sindikat kejahatan, yaitu tempat berkumpulnya para pengemis gadungan.
Di sana, mulai dari yang berumur 1 sampai dengan 10 tahun dengan secara sukarela mengemis. Mulanya karena mereka yatim dan piatu yang saban waktu kelaparan, terlantar, dan tidak berpendidikan. Sehingga, tiap-tiap ucap yang keluar dari mulut sepasang pengasuh mereka laksana firman, adalah pembelajaran.
"Ingatlah, Anak-anakku sekalian, bahwa surga akan menjadi rumah untuk orang-orang yang bersedekah, terutama dan utama sekali yaitu bersedekah kepada yatim dan piatu. Sedangkan para yatim dan piatu yang mememinta sedekah, dia pula akan berumahkan surga sebab dia telah membukakan jalan menuju surga kepada orang-orang yang bersedekah."