Dokter Rian tertegun membaca tulisanmu di selendang putihmu. Tiba tiba wajahnya digayuti mendung. Tulisanmu sangat menggugah jiwanya.
"Kamu hanyut oleh tulisannya?" Dinda merasa heran karena dokter Rian tampak sangat sedih begitu selesai membaca tulisan tangan terakhirmu.
"Ya dalam cintanya pada putranya. Begitu sedih hatinya. Begitu terluka karena perpisahan itu." Tak menyangkal tulisan peninggalanmu di selendang pemberian suami tercintamu sangat membuat dokter Rian hanyut perasaannya. Seakan dia merasakan derita rindu berkepanjangan pada dirimu.
Ada tas kecil miliknya, " memberitahu Dinda tentang tas peninggalanmu.
"Oh ya?" Berbinar raut muka dokter muda yang sangat ingin mengabari kematianmu pada keluargamu.
Rupanya tulisanmu membuat naluri dokter Rian ingin mengetahui siapa dirimu sebenarnya.
"Ya, terima kasih ,Nak, kamu begitu mulia. Hati dan prilakumu sangat menggugah hati Ibu, walau kita tidak saling kenal, tapi pertolongan ini begitu besar kamu lakukan untuk Ibu. " Dinda teringat ucapanmu.
"Almarhumah seorang musafir, " gumam Dinda memberitahu dokter Rian yang terkejut mendengar tentang dirimu yang musafir.
"Kamu benar,Nak, Ibu berkelana dari kota ke kota lain. Hingga sampai di Surabaya ini. Dan selama itu Ibu pergi dari satu tempatt dan ke tempat lainnya. Istirahat hanya nembuat Ibu gelisah. "Ibu meninggalkan kampung halaman di Blitar, entah sudah berapa kota yang Ibu singgahi selama dua puluh tiga tahun ini,". Dinda teringat ceritamu dengan sepasang mata merebak air,"Dari sekian kota Ibu merasa di Surabaya inilah orang orang tercinta yang Ibu dambakan berada. Aroma tubuh mereka menarik batinku ke sini..."
Dokter Rian terkejut,"Jadi selama dua puluh tiga tahun Ibu itu melakukan perjalanan seperti orang berkelana?!"
Dinda mengangguk.
Catatan harianmu yang berisi derita dan cintamu pada suami dan anak tercintamu telah berada di tangan dokter Rian yang sangat perduli pada dirimu
"Untuk seorang Ibu bara pun akan ditelan untuk putra tercintanya. Tapi aku gagal menyelamatkan anakku dari tangan penuh angkara murka itu..." Tulisan pembuka di buku harianmu membuat dokter Rian tercekat.
Berhenti sejenak dokter Rian. Menghela napas panjang.
"Jadi putranya terampas dari bayi, ah betapa derita batinmu memendam rindu..." Ada ubah pada diri dokter Rian padamu
Lalu Dinda menceritakan ucapanmu yang memiliki keyakinan bahwa engkau dapat merasakan denyut nadi putramu, serta detak jantungnya
"Aku merasa ada denyut nadi anakku dan detak jantungnya... desah napas itu kurasakan... anakku..."
"Oh... " dokter Rian terkejut.
"Mungkin diakhir hidupnya ia merasakan bahwa putranya ada di kota ini. Ada di Surabaya, tapi dimana...?" Dinda pun turut tertarik untuk membahas keinginanmu bertemu putramu.