Gadis Desa

Kamalsyah Indra
Chapter #1

Malam Yang Gerimis

Kaki mungil tak beralas itu terus berlari, berlari tanpa henti di lorong panjang tak bertepi juga sangat sepi. Tidak peduli sepatunya terlepas dari kaki.

Suara napas lelah terdengar ngos-ngosan. Kadang dada terasa sesak kala oksigen senyap tak terhirup dari lubang hidungnya. Jantung berdetak sangat kencang tak beraturan. Rambut tergerai, wajah dipenuhi peluh. Butiran-butiran bening seolah tak mau berhenti mengucur membasahi tiap jengkal kulit putihnya. Padahal di luar sedang turun hujan sangat lebat.

Wajah gadis berambut panjang sebahu terlihat ketakutan, sesekali dia menoleh ke belakang. Memastikan bahwa orang yang sedari tadi mengikuti di belakang, masih mengikutinya atau tidak.

Perempuan itu mencoba membuka tiap pintu kelas, namun sayangnya, semua pintu terkunci. "Sial, kenapa gak ada satu pintupun yang terbuka!" pikir perempuan itu putus asa. Lalu dia berlari lagi ke pintu satunya. Terus seperti itu sepanjang lorong kampus.

Suara tawa terbahak-bahak terdengar tak jauh di belakang gadis itu. "Larilah ... larilah sejauh elu bisa, Tiana, gue pasti akan mengejar elu walau harus sampai ke ujung dunia sekalipun!" serunya, terdengar menakutkan buat Tiana.

"Ya Tuhan, sekarang apa yang harus gue lakukan!" bisiknya membatin, celingukan, panik dan dia juga hampir putus asa. Tak ada yang bisa dia mintai tolong, keadaan kampus sudah kosong. Sialnya, dia harus bertemu mahasiswa pertukaran pelajar yang cukup terkenal gila ketika dia selesai dari perpustakaan.

Ketakutan semakin menjadi kala suara sepatu laki-laki itu semakin mendekat. Tiana terus berlari dari satu pintu ke pintu, hingga dia tepat berada di gedung basket kampus. Pintu terbuka, gadis itu masuk lalu bergegas bersembunyi dari kejaran laki-laki di belakangnya.

Tiana mencari tempat sembunyi, dia memilih di tengah-tengah antara keranjang penyimpanan bola basket. Tak lama, suara pintu terbuka. "Tiana ... gue udah datang! Siap buat bersenang-senang?" tandas laki-laki perawakan tinggi dengan hidung mancung dan badan yang cukup atletis.

Siluetnya terlihat sudah memasuki ruangan lapangan basket. Gadis itu terdiam ketakutan, memeluk lutut dengan tubuh bergemetaran. Matanya begitu jelalatan, mengawasi tiap pergerakan langkah kaki laki-laki tampan itu.

"Ya Tuhan, gue mohon ... gue mohon lindungi gue dari Mike!" ucapnya memohon. Suara petir tiba-tiba terdengar menyambar, kilatnya begitu cepat menghantam bumi yang basah. Hujan rintik berubah menjadi butiran-butiran besar yang berjumlah banyak. Turun bak sebuah air bah yang ditumpahkan dari langit.

"Tiana ... elu di mana! Ayo keluar, gue udah datang!" ucapnya. Nada suara laki-laki itu sedikit memberi penekanan yang mengerikan. Memberi sensasi menakutkan dan membuat bulu kuduk sekujur tubuh Tiana meremang. Menambah kepanikkan dia di tengah teror gila sang pemuda asing berwajah bule.

Blegeeer.

Suara petir menyambar keras sekali lagi. Kali ini jauh lebih dahsyat. Mengagetkan Tiana di tempat persembunyian. "Ayo Tiana, keluar dan kita bersenang-senang!" kata laki-laki berkulit putih itu. Langkah kaki semakin dekat dengan tempat persembunyian gadis itu.

Jantungnya berdegup sangat kencang. Tubuhpun itu bergetar hebat kala kaki laki-laki itu berhenti di depan tempat persembunyiannya. Lalu, suara helaan napas laki-laki itu terdengar keras di gendang telinga Tiana. Dia mengambil ponsel di tas selempang, kemudian mulai mengetik sebuah pesan pada salah-satu kontak di phonebook ponselnya.

"Fabian ... tolongin gue!" katanya di pesan. Lalu mengirimkan pesan itu pada laki-laki bernama Fabian.

Lihat selengkapnya