Gadis Desa

Kamalsyah Indra
Chapter #2

Sesuatu Yang Hilang.

Di luar gerbang.

Suara klakson mobil terdengar beberapa kali. Seorang laki-laki berwajah Indonesia menunggu dan berharap ada yang membukakan pintu gerbang kampus. Namun, tak ada satu orang yang membukakan pintu gerbang tempatnya menimba ilmu.

Dengan penuh keterpaksaan, laki-laki itu turun dari mobilnya. Tidak peduli hujan akan membasahi sekujur tubuh laki-laki berkulit sawo matang namun punya wajah yang sangat manis.

"PAK RAHMAT ... PAK, BUKA PINTUNYA!" teriak laki-laki itu mencoba melawan suara rintim hujan yang deras. Dia nekat datang kembali ke kampus setelah mendapatkan pesan dari Tiana. Ayah dari Tiana pun memberitahu bahwa putrinya belum juga pulang setelah laki-laki berambut belah tengah itu berpisah denga Tiana tiga jam lalu di pintu gerbang kampus. "Ke mana Pak Rahmat? Apa dia sudah pulang?" pikir Laki-laki itu sendirian.

Pintu gerbang dikunci gembok. Tanpa banyak berpikir dan tidak peduli dengan resiko yang akan dia dapat, Fabian nekat manjat pintu gerbang yang tinggi. Dia berlari di tengah hujan mengguyur dan membasahi tubuhnya. Cipratan air hujan muncrat di setiap kakinya menapaki bumi.

Napasnya terengah-engah. Kemudian dia berhenti di tengah-tengah dua lorong yang bersebrangan. Kiri atau kanan, Fabian belum mendapat kabar lagi dari Tiana. Dia juga tidak tau keberadaan gadis itu lebih tepatnya.

"Sekarang gue harus ke mana?" pikir Fabian bingung serta galau. Pikiran buruk juga sedang menghantuinya, bayang-bayang buruk tentang Tiana sedang menari-nari di pelupuk mata serta otaknya.

Dia mengambil ponsel di saku celana. Lalu menekan nomor Tiana. Fabian mendengar nada dering ....

"Maaf, nomor yang anda tuju tidak menjawab, silahkan beberapa saat lagi!" Suara operator yang menjawab panggilan Fabian.

Laki-laki itu mencoba sekali lagi, tetapi tetap saja sama. Panggilannya di jawb operator. "Ayolah, Tiana, angkat dong telepon gue!" oceh Fabian dengan perasaan bercamput aduk. Dia tidak tenang dengan keadaan Tiana sekarang.

Fabian mencoba menelepon Tiana sekali lagi. Tetap saja operator dan operator yang menjawab panggilannya. Dia hampir putus asa, lalu memasukan kembali ponselnya ke saku celana. Matanya menoleh ke kanan dan kiri. Dia ragu, batinnya tidak bisa memastikan arah mana tempat Tiana sekarang. Selang lima menit, dia memilih lorong kiri.

Kakinya melangkah cepat. Menapaki jalan lorong yang sepi dan bercahaya remang-remang.

Lalu, Tiana. Keadaannya begitu memprihatinkan, pakaiannya dirobek paksa Mike, rambutnya tak tertata rapih. Sangat berantakan. Dia menangis sesegukkan sambil memeluk lutut, menutupi sebagian tubuhnya yang terlihat.

Mike baru saja melepaskan harsatnya pada gadis itu, lalu memakai kembali pakaiannya. Dia tersenyum senang setelah mendapatkan apa yang ingin dia dapatkan selama ini. Keindahan milik Tiana, gadis yang selalu dia inginkan semenjak datang ke kampus itu sebagai mahasiswa pertukaran. Matanya tak lepas mendapati gadis cantik itu. Namun, dia sangat kesal pada sikap Tiana yang sok jual mahal. Gadis itu juga selalu menempel pada Fabian.

Mike mendekati Tiana setelah berpakaian lengkap. Senyumnya menyeringai, tatapan menjijikan dia layangkan pada Tiana. Gadis itu membalas dengan tatapan nanar penuh kebencian. "M-mau apa l-lagi elu, Mike!" tanya Tiana ketakutan. Rasa trauma masih menghantuinya. Mahkota yang selalu dia jaga harus terenggut oleh Mike, laki-laki asing yang kini dia benci seumur hidup.

Lihat selengkapnya