Gadis Desa

Kamalsyah Indra
Chapter #6

Rahasia Yang Terbongkar.

Pagi, ketika matahari sudah beranjak naik. Sinarnya menyelinap masuk melalui sela-sela gorden.

"Ti ... Tiana ayo bangun! Udah siang, kamu gak kuliah?" teriak laki-laki berpostur tinggi dan sedikit berisi dari dapur. Sibuk menyiapkan sarapan buatnya dan Tiana. "Anak itu, kenapa belum bangun? Biasanya jam 5 sudah rapih," gumamnya. Lalu bergegas ke kamar Tiana.

"Ti ... sudah siang lho, nanti telat!" kata laki-laki itu sambil mengetuk pintu kamar Tiana. "Ti ... cepat bangun! Kamu gak kuliah?" kata Ayahnya setengah berteriak.

Dia mengetuk sekali lagi, kali ini dua kali lebih kencang. "Ti ... Tiana, udah jam 8 lho. Nanti keburu Febian datang!"

Tiana berusaha bangun, namun rasa kantuk dan rasa sakit badannya membuat dia enggan bangun. "Iya ... Yah, sebentar lagi!" teriaknya dari dalam.

"Jangan lama-lama, nanti Febian datang kamu belum siap-siap!" ujar Ayahnya.

Mau tidak mau Tiana bangun. Dia bergegas ke kamar mandi.

Tin ...

Tin ...

Suara klakson mobil Febian berbunyi keras dari luar. Ayah dari Tiana berlari ke luar untuk memberitahu Febian. "Eh ... Febian, udah datang? Ayo masuk dulu," katanya sambil membukakan pintu pagar. Febian turun dari mobil dan menuruti kata-kata laki-laki itu. "Kamu tunggu di dalam ya, Tiananya lagi mandi," katanya lagi. Febian tidak langsung duduk. Dia tertegun melihat keadaan rumah yang ditempati Tiana dan ayahnya. Tidak ada banyak yang berubah, bahkan seluruhnya hampir sama. Hanya penata letak barang-barangnya saja yang berubah.

"Lho ... kok, bengong, Nak Febian. Ayo duduk, minum tehnya dulu!" seru Ayah Tiana.

"Iya Om." Febian duduk menuruti perintah laki-laki itu.

"Kamu tunggu di sini ya, Om mau siapin sarapan buat Tiana," kata laki-laki itu. "Oiya, kamu mau bawa bekal sarapan gak, Bian?" tanyanya. Febian menolak dengan sopan. Dia tau, ayahnya Tiana sudah menganggapnya anak. Bahkan ayahnya Tiana selalu menyiapkan bekal tiap hari untuk sekolah.

"Ya udah, Om ke belakang dulu!" Febian mengangguk. Tak lama, Tiana datang menemuinya dengan pakaian seadanya. Layaknya gadis desa, namun terlihat anggun.

"Yuk, Bi, kita berangkat!" ajak Tiana. Tetapi laki-laki itu tetap terdiam, dia terpesona oleh kecantikan alami Tiana. Ya, bukan kali ini saja dia terpesona, tetapi sudah dari kecil. Bahkan gadis pemberani dan sedikit tomboy itu sudah jauh lebih cantik dari waktu masih kecil. "Bi ... bengong?"

"Eh ... iya, maaf!" Febian membuang lamunannya. "Ayo berengkat!" Mereka berdua berangkat setelah pamit dengan Ayahnya Tiana.

Lihat selengkapnya