"Siapa yang mau menjelaskan ini pada saya?" tegas Rektor kampus sambil menunjukan selembaran itu ke atas meja.
Tania dan Mike terdiam, Febian menunggu di luar. Bibir keduanya terbungkam, hanya saling melirik.
Laki-laki berkepala botak dan berpenampilan brewok melihat kedua mahasiswanya secara bergantian. "Jadi kalian gak mau menjawab pertanyaan saya?"
Keduanya tetap terdiam. Membungkam dengan kepala menunduk. "Baik kalau gitu, kalian berdua saya D.O dari kampus ini dan beasiswa kamu, Tania, akan saya cabut!!"
"Apa!!" Jawab keduanya serempak.
"Gak bisa, Pak! Kenapa harus di D.O?" protes Tiana terperangah.
"Kalian tau kan, kesalahan kalian apa?" tanya Rektor itu beranjak bangun. Lalu berjalan ke arah belakang Tania dan Mike. "Kesalahan kalian sangat fatal, mencemarkan nama baik kampus dan predikat kampus terbaik selama sepuluh tahun, lalu dengan gampangnya kalian merusak reputasi kampus yang sudah dibangun puluhan tahun!" lanjutnya.
"T-tapi Pak ...."
"Gak ada tapi-tapian, Tiana!" bentak pria berusia 50 tahun itu. "Saya sangat kecewa dengan kamu, pihak kampus sudah memberikan kesempatan untuk belajar. Tapi kamu malah menyia-nyiakan kesempatan ini, Tiana!" lanjut laki-laki itu sangat marah. "Dan Mike! Pihak duta besar memohon pada kami agar bisa menerima kamu sebagai mahasiswa pertukaran, kami nemerima dan memberikan kamu kesempatan untuk belajar di sini. Ternyata sama mengecewakannya," tegas laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa sekaligus kesal pada dua mahasiswa di depannya.
Tiana dan Mike hanya terdiam mendengarkan ocehan rektor mereka. "Sekarang kalian keluar! Saya udah gak mau penjelasan apa-apa lagi dari kalian." pekik laki-laki setengah abad itu menunjuk ke arah pintu.
Tiana bangun lebih dulu, memberi hormat lalu pergi meninggalkan ruangan rektornya. Mike menyusul kemudian. Di luar Febian mendengarkan ocehan rektor itu dari luar. Suaranya terdengar keras. Dia tersenyum senang mendengar keputusan rektornya.
"Bagus! Sekarang kalian berdua emang pantas mendapatkannya."
Pintu terbuka, ekspresinya pura-pura kaget melihat Tiana keluar dengan wajah lesu. "Ti, gimana? Rektor kita gak ngeluarin elu dari kampus 'kan?"
Tiana memandang sebentar kearah Febian, kemudian menggeleng lemah. "Gue di D.O, Bi!"
"Kok bisa? Terus, gimana dengan beasiswa elu?" tanya Febian seolah tidak tau apa-apa tentang keputusan itu. Gadis itu hanya mengangkat bahunya.