BAB II
Gadis Kereta Api
Aku tertarik pada layangan yang dibeli anak itu. dia dijuluki si anak tai, bajunya gaun putih yang kusam dan rendanya tercerabik. Dia memegang layangan dengan gembira. Aku mengikuti, tanpa sadar langkah kakinya.
Satu, dua. Si anak tai berhenti. Aku ikut berhenti. Dia menoleh ke arahku, aku menoleh ke arah lain. Satu, dua si anak tai berhenti, dia menatapku, dan aku menatapnya. Kami saling tatap beberapa saat sebelum mataku tertumbuk pada layang-layang yang dia genggam.
“Kenapa kamu mengikutiku?” tanyanya dengan wajah curiga.
Aku menunjuk layang-layang yang dibawanya, “Itu layangan, kamu akan memainkannya?”
Anak Tai menatap layang-layangnya dan mengangguk.
“Aku ingin bermain layang-layang.” Kataku teringat bahwa aku juga pernah meminta untuk bermain layang-layang pada Mama. Anehnya, Mama tidak suka dengan ideku. Ketika aku sengaja membeli layang-layang dari Mamah Aisyah, Mama merobeknya di depan mataku dengan tatapan dingin.
“Kalau begitu, main saja.” Jawab anak tai yang kemudian berjalan kembali sambil melompat-lompat persis seperti kelinci.
Aku ingin mengikutinya melompat-lompat juga, tapi urung kulakukan karena teman-teman pasti merasa aku aneh. Bicara dengan anak tai.
**
Di komplekku memang sedang musim layangan. Semua teman-temanku bermain layangan di lapangan belakang komplek. Lapangan itu merupakan lapangan yang sering dipakai anak-anak bermain kasti atau gobak sodor. Kadang-kadang juga untuk permainan perang-perangan. Lapangan yang ditumbuhi ilalalang tinggi rumput jarum dan putri malu serta bunga lonceng adalah tempat asyik bermain. Lapangan komplek kami terhubung dengan danau di sampingnya. Danau buatan itu tertutup pagar tinggi karena milik Pak Tepu. Aku hanya mendengar kisah tentang bahwa Pak Tepu memelihara buaya putih dalam danau buatannya.
Anak-anak komplek sering juga bermain layangan di lapangan. Mereka menerbangkan aneka jenis layangan. Sesekali para lelaki dewasa ikut meramaikan. Mereka membawa berbagai bentuk layangan dari mulai layangan ketupat, model pesawat, model orang bahkan layangan berdengung. Semua main, lelaki dan perempuan, hanya aku yang tidak.