Gadis Kecil dan Cerita-Ceritanya

Dewi sartika
Chapter #4

I'i

BAB IV

                                                                     I’i

 

Sambil menahan sakit habis dipukuli, aku pergi ke Madrasah. Setiap siang jam 2 aku sekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Dari rumah berjarak 25 menit jalan kaki. Kadang kalau aku ingin potong jalan, aku sengaja memutar lewat pematang sawah dan tambak ikan. Aku pergi bersama teman-teman. Biasanya kami menyebutnya sekolah agama. Karena kami diajar agama di sana.

Sekolah madrasahku sebenarnya adalah tempat yang dipergunakan secara bergantian dengan sekolah SD pagi. Dipimpin oleh seorang kepala sekolah bertubuh tambun dengan jilbab yang mengembang besar di kepalanya. Letaknya di sebuah jalan kecil yang merupakan jalan angkot. Sekolah madrasah ini pun dibagi ke dalam 6 kelas, seperti kelas SD umumnya. Walau aku sudah kelas tiga SD, tapi di sekolah madrasah aku masih kelas satu. 

Kami diajarkan mengaji, mengenal huruf Al-Quran, Fikih, Ahlak, Tajwid, Nahu, serta Tauhid. Tapi aku tidak pernah benar-benar belajar hal yang seperti itu.

Guru yang kami sebut ustadzah masuk ke dalam kelas, membuka buku dan menuliskan huruf arab di papan tulis, lalu kami menyalinnya. Setelah kami menyalin ustadzah akan mengeja tulisan kepada kami seperti anak TK. Setelah selesai maka kami pun dipanggil satu-satu untuk mengulang ejaan tersebut.

Kami tidak tahu apa itu Fikih, Akhlak, ataupun Nahu, tapi kami paham apa itu Tajwid, karena kami langsung belajar dengan membaca Al-Quran. Kami pun disuruh menghapal doa, dan setelah hapal kami dites satu-satu dihadapan ustadzah. Memang doa berhasil kami hapal, tapi setelah itu kami lupa, karena tidak pernah dipakai benar-benar.

Setiap bel berbunyi, semua anak masuk kelas masing-masing. Lalu serentak membuka Al-Quran dan membacanya rame-rame. Akibatnya ada yang membaca secara benar dan ada yang tidak, aku salah satunya. Cara baca Al-Quranku salah. Aku membaca tanpa mengindahkan peraturan dalam Tajwid. Cara baca Al-Quranku asal labrak dan ustadzah tidak peduli, yang penting kami melek huruf arab, urusan bagaimana titik koma, intonasi, tinggi, rendah, Wallahualam.

Setiap di tes aku selalu bermasalah dengan Tajwid, tapi ustadzah yang mengetesku tidak protes dan puas melihat aku melek huruf Al-Quran. Aku tidak bisa membaca Al-Quran secara benar sampai aku SMP, baru setelahnya aku belajar Al-Quran secara benar.

Lihat selengkapnya