Gadis Kecil dan Cerita-Ceritanya

Dewi sartika
Chapter #5

Kisah dari Tempat Sampah

BAB V

Kisah Dari Tempat Sampah

 

Pulang dari sekolah agama aku selalu melewati jalan kecil. Jalan itu berliku dengan parit kecil yang seolah-olah seperti sebuah sungai yang mengering. Mungkin dulu ada seekor naga yang berdiam hingga mengeringkan parit tersebut. Kalau aku terus berjalan lurus mengikuti pola parit, maka aku akan sampai di rumah susun. Rumah itu panjang dan berbentuk huruf L. Kalau aku terus jalan setelah melewati rumah susun, maka aku akan menemukan gundukan tanah di sebuah tempat lapang. Itu sebenarnya sebuah tempat pembuangan sampah. Biasanya, sehabis pulang sekolah agama aku suka sekali mampir ke tempat sampah itu. Aku membayangkan seolah-olah aku adalah penjelajah. Sedang berjalan di sebuah bukit dengan lumpur di sana-sini. Alasan mengapa aku suka bermain di gundukan tempat pembuangan sampah itu, karena kadang-kadang aku menemukan hal-hal menarik, seperti penjepit rambut bekas, Pulpen yang belum habis isinya atau boneka yang kepalanya copot.

Sekali ini aku menemukan sebuah cincin perak dengan lambang tengkorak. Aku membayangkan sebuah kumpulan penyihir yang lewat, mereka menjatuhkan lambang sihir mereka. Aku menganggapnya cincin pembawa keberuntungan dan memakainya di jari manisku. Tapi ukuran cincin itu sebesar jari orang dewasa. dijariku yang tipis dan kecil, cincin itu kedodoran. Terpaksa aku masukkan ke dalam jempolku, tapi masih juga longgar. Apalah daya, aku tetap harus memakai, biar keberuntungan selalu menyertaiku.

Ketika cincin itu kupakai, aku merasa seakan ada perasaan jaya di dalam dada. Aku merasa, bahwa tidak akan ada hal buruk yang akan menimpaku, selama cincin tersebut aku kenakan. Semua orang tidak akan menyulitkanku. Ibuku tidak akan memukulku, apalagi ayah, tentu dia akan berlaku baik padaku.

Selama tiga hari aku selalu mematut-matut cincin perak tersebut, dan berkhayal bahwa pimpinan penyihir akan menyadari aku telah mengambil cincinnya. Dia akan mengerahkan seluruh warga penyihir mendatangiku, tapi kalau mereka datang, aku pasti akan segera melawan lalu cincin itu akan mengeluarkan sinar, kemudian seluruh orang di kompleksku akan tahu bahwa aku adalah pahlawan. 

Sahabatku Dini heran melihat aku memakai cincin di jempol, ditambah lagi cincin itu berlambang tengkorak, jadinya terkesan menakutkan.

“Darimana cincin itu, Gadis?”

“Dari bukit lumpur,” jelasku pada Dini. Dini adalah orang yang tahu istilah bukit lumpur mengacu pada gundukan tempat pembuangan sampah.

“Serem ya,” kata Dini sambil memandang-mandang dengan enggan.

“Ini keren!” kataku dengan bangga, “Ini cincin pembawa keberuntungan,” jelasku penuh percaya diri.

“Kenapa begitu?” Dini mengernyit heran, baginya cincin itu seperti cincin tengkorak biasa, tidak istimewa.

“Cincin ini jatuh dari tangan raja penyihir. Untung dia jatuh di tempat pembuangan sampah, makanya orang-orang nggak tahu. Tapi, aku berhasil menemukannya!” ceritaku dengan roman berkobar-kobar.

Lihat selengkapnya