Gadis Kecil dan Cerita-Ceritanya

Dewi sartika
Chapter #10

Tumbuh

BAB X

Tumbuh

                                   

Sejak kedatangan Sihar di musim capung, dia tidak pernah muncul lagi di komplek. Aku sedih, seperti mengucapkan selamat tinggal tanpa kata-kata. Tapi kesedihanku sekarang bertambah ketika aku menemukan sesuatu terjadi pada tubuhku.

Ceritanya dimulai ketika di sore hari yang cerah aku dan teman-temanku, baik cewek ataupun cowok bermain kejar-kejaran. Kami saling gambreng. Bentuk gambreng kami seperti saling membalikkan telapak tangan, disebut gamreng kopi susu, atau kacang panjang, gamreng yang saling mengulurkan lengan dan menariknya, siapa yang jumlah gambrengannya sedikit, maka dia yang kalah. Siapa yang kalah harus mengejar yang lain. Kalau ingin selamat, maka orang yang dikejar boleh berjongkok, itu namanya jadi patung. Maka teman yang masih bebas harus menyentuhnya agar bisa berlari lagi. Tapi kalau semua berjongkok, maka yang pertama kali berjongkoklah yang harus menjadi pengejar.

Sekali ini aku menjadi pengejar. Aku mengejar-ngejar teman-temanku hingga keringat mengalir deras membasahi bajuku depan dan belakang. Aku seperti habis diguyur hujan dengan warna wajah coklat basah. Permainan terhenti setelah satu jam. Kami semua kelelahan. Lalu kami segera pergi ke rumah Pak Haji yang dijadikan tempat kontrakan. Rumah Pak Haji punya pelataran luas yang tidak terpagar. Kalau kami lelah, kami sering duduk dipelataran rumahnya untuk ngaso sejenak.

Udara panas campur bau keringat. Yang cowok sudah buka baju sambil kipas-kipas dengan kertas. Kami semua yang cewek duduk sambil terengah-enggah dan berkhayal andai di dekat kami ada tukang cendol, pasti sudah kami tenggak habis.

Saat itulah Nurul memandangi tubuhku yang basah, kepalanya meneleng lalu berkata spontan, “Iiiih, Gadis. Dada kamu sudah tumbuh ya?”

Kata-kata spontan dan keras itu langsung menarik perhatian teman-temanku semua. Mereka pun menengok pada dadaku. Aku benar-benar panik karena kini anak-anak cowok pun mulai berebut ingin melihat.

Aku segera menutupi dadaku sebisanya dengan tangan. Wajahku cepat berubah merah, antara malu dan rasa lelah. Ditambah lagi anak-anak cowok terus menggodaku ingin melihat dadaku. Aku benar-benar terdesak dan segera berlari pulang dengan geram.

Sesampainya aku di rumah aku segera berlari masuk kamar, lalu membanting tubuhku di atas kasur. Baju yang aku kenakan menjadi demikian ketat hingga benjolan sebesar bola bekel terlihat dari balik bajuku.

Aku segera berdiri dan menghampiri cermin besar di depan lemariku, lalu kupatut diriku, tonjolan dengan puting susu terlihat begitu jelas, dan aku teringat tawa teman-teman cowokku, tanpa aku sadari aku pun menangis.

“Tuhan! Kenapa tubuhku tumbuh cepat-cepat. Tidak bisakah ditunda satu atau dua tahun lagi. aku malu dengan tubuhku!!” isakku sambil tengkurap di atas kasur. Tapi dadaku menyentuh ujung kasur, terasa sakit bukan alang kepalang. Aku pun kemudian telentang dan menangis dengan diam-diam.

**

Dadaku tumbuh lebih cepat dari teman-teman sebayaku. Kalau aku pakai seragam akan terlihat tonjolan besar di dadaku. Menurut cerita temanku yang lebih tua, anak perempuan yang mulai tumbuh payudaranya sebaiknya mengenakan penyangga, namanya miniset. Kata orang-orang bentuk miniset seperti kaos dalam, cuma bentuknya lebih ketat, tujuannya untuk menjaga pertumbuhan payudara agar tidak turun. Tapi, aku tidak tahu apa itu miniset, lagipula bila aku benar-benar menginginkan membeli miniset, aku harus menceritakan pada mama bahwa dadaku telah tumbuh. Tentu saja aku malu untuk menceritakan hal itu. Jadi, mengenai mini set itu, akhirnya bagiku itu hanya sekedar impian. Lagipula aku merasa, seandainya aku mengenakan mini set, kehidupan kanak-kanakku akan menghilang.

Sejak dadaku tumbuh, aku mulai jadi bahan ejekan di sekolah SD ataupun di sekolah agama. Aku menahan diri untuk tidak marah dan bersikap tidak peduli. Tapi, siksaan ketika tubuhku mulai tumbuh pun datang. Anak-anak cowok yang jahil mulai berani memegang-megang dadaku yang baru tumbuh, meremas-remasnya hingga sakitnya membuat dadaku sesak.

Pernah sekali waktu aku bertengkar dengan anak lelaki di kompleks kami. Karena kesal padaku, anak laki-laki itu pun segera meremas-remas dadaku hingga aku pun menangis. Melihat aku menangis anak itu ketakutan, lalu berlari meninggalkan aku yang masih tetap menangis sesungukan.

Aku terus menangis sampai sebuah suara menengurku dengan lembut.

Lihat selengkapnya