Bab 15
Perjalanan
Wali kelasku seorang guru matematika. Suaranya lantang, gayanya tegas. Aku bersyukur memilih duduk di bangku terdepan, jadi bisa menyimak pelajaran dengan detil. Aku duduk dengan Lisa, si nomor satu. Di belakangku ada Nani dan Sinaga. Nani adalah sepupu Lisa, dia pun sama cemerlangnya dengan Lisa. Yang aku dengar, Ibu Lisa seorang guru dan dia sudah yatim sejak kecil. Ayahnya seorang pelaut dan gugur sewaktu berada di kapal. Rumah Lisa dan Nani saling berdampingan. Secara kebetulan, rumah Lisa dan Nani bisa aku capai dengan berjalan kaki melewati perlintasan kereta. Setahun yang lalu terjadi sesuatu diperlintasan itu. ada anak kecil yang tertabrak kereta lewat. Tubuhnya terseret jauh dan kaki serta tangannya terpisah. Kabar yang kudengar terakhir yang meninggal adalah Getih, atau anak tai. Setiap mengingat kenangan kematian Getih, aku merasa merinding dan sedih.
Sudah waktunya aku untuk menginjakkan kaki di perlintasan kereta. Kalau aku berjalan di sisi yang aman, maka aku akan selamat. Bisa saja aku lewat jalan memutar. Melewati jalan menanjak dan singgah di tempat si gila, lalu berjalan di jalan yang dekat dengan jalan raya. Tapi, melewati perlintasan kereta api lebih dekat daripada lewat jalan raya.
Aku berjalan menyusuri batu-batuan yang banyak disepanjang perlintasan. Sesekali aku mengambil batu tersebut, lalu menimbangnya di tangan. Sejak kejadian kecelakaan anak tai, anak-anak dikomplek tidak boleh lagi bermain di rel kereta, bahkan walau hanya untuk melihat kereta lewat. Kami tentu saja mematuhinya. Teman-temanku ngeri mendengar kisah tubuh anak tai yang terpecah dan terpencar.
Perjalanan panjang kulalui dengan riang sampai aku tiba dirumah Nani. Rumahnya penuh pepohonan dan rindang. Aku suka pelatarannya yang ditumbuhi pohon mangga, pepaya dan rambutan. Rumah Nani dan Lisa berada di pelataran yang sama.
Ketika aku datang, Nani menyambutku dan kemudian mengajakku ke ruang keluarganya. Lisa menyusul untuk ikut belajar bersama. Di rumah Nani aku merasa betah, karena dia memiliki aneka minuman yang menyegarkan. Nani juga orang yang royal, dia dengan senang hati mengeluarkan toples-toples kue untuk kunikmati. Kurasa, daripada belajar, aku akan terlalu asyik untuk mengemil.
“Dis, katanya Bu Juju mau bikin les Matematika, kamu mau ikut?”
Aku terdiam, menimbang. Dalam matematika, aku memang lemah. Aku juga kesulitan belajar sendiri. Bertanya pada Mama, duh boro-boro mau mau mengajarkan. Bila ikut les dengan bu Juju kemampuan matematikaku mungkin bisa meningkat tajam.
“Bayar ya?” tanyaku.
“Iya.” Jawab Nani.
“Berapa?”
“hitungannya bayarnya perhari sih.”
“Aku akan bicara dengan ibuku dulu.”
“Kalau kamu mau ikut Les bersama Bu Juju, kita bisa berangkat bareng sama teman-teman yang lain.”