*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
Satu per satu santri putri disuruh ke ndalem menemuiku dan ummi di ruang tamu. Sebelum ummi menyuruh santri masuk, ummi memperlihatkanku kotak kecil yang tidak kuketahui apa isinya.
"Apa itu, Mi?"
Ummi pun membukanya. Menatapku. Memberikannya isi kotak itu ke telapak tanganku.
"Jaman semono Abahmu sing maringi Ummi."
Terjemah: (Dulu Abahmu yang memberikan ini pada Ummi)
"Mahar?"
"Bukan, Le. Hadiah kerono Ummi biyen wis kasel ngandhut Adimu."
Terjemah: (Bukan, Le. Hadiah karena Ummi dulu sudah berhasil hamil Adikmu)
"Lalu untuk apa Ummi memberikannya padaku? Lebih baik Ummi simpan saja. Ini kenangan untuk Tsaniya." Kukembalikan.
Ummi menolak sembari membalas, "Fakhar, paringno iki nang bocah wadon sing kok tresnani."
Terjemah: (Fakhar, berikan ini kepada perempuan yang kamu cintai)
"Fakhar belum menyukai siapa pun, Mi. Saestu (sungguh)."
"Ummi tahu. Makane, iki dino Ummi ngaturi Mbak Mbak mrene."
Terjemah: (Ummi tahu. Makanya, hari ini Ummi menyuruh Mbak Mbak ke sini)
"Mbak, mlebuo kabeh, Mbak!"
Terjemah : (Mbak, masuklah semua, Mbak!)
"Ummi tidak harus secepat ini, Mi."
"Mung dinggo pandangan. Kapan-kapan iso langsung ditembung lek awakmu cocok. Ndak cocok yo ndak masalah. Penting dicobo disek."
Terjemah: (Hanya untuk pandangan. Kapan-kapan bisa langsung dilamar jika kamu cocok. Tidak cocok ya tidak masalah. Penting dicoba dulu)
Aku mengalah. Kuperhatikan satu per satu wajah santri putri yang bergiliran masuk ke ruang tamu, duduk di bawah seraya menunduk-nunduk. Mataku menghitung mereka yang berjumlah sembilan orang. Sebegini niatnya ummi menawarkan padaku santri-santri pilihannya. Dari ratusan santri putri yang ada, berarti merekalah yang paling istimewa di hati ummi meski tidak semua dari mereka berparas cantik.
"Mbak, cobo sampeyan iki apalan rong rai ae, Mbak. Sembarang sing menurut sampeyan lanyah. Giliran saking Mbak Ulya)
Terjemah: (Mbak, coba kalian lalar hafalan dua kaca saja, Mbak. Terserah yang menurut kalian lancar. Giliran dari Mbak Ulya)
"Ayok, Mbak! Monggo!" kataku.