*POV Rubia El-Hazimah
"Rumahmu sebelah mana ini?" tanya Pak Iman di telepon. Loudspeaker.
"Masih jauh?" Suara Pak Ibban tidak begitu kedengaran. Sound sistem di seberang menyadap suaranya.
"Gimana? Nggak dengar," balas Pak Iman menggunakan nada lebih tinggi.
Aku dan Pak Iman berada di satu mobil. Niat semula ingin berkendara sendiri, tetapi Pak Iman menawarkan. Kebetulan papa juga mengizinkan dengan syarat keadaan harus tetap aman. Jika bukan dengan Pak Iman, aku tidak akan bersedia. Sejauh ini, dia menjaga dengan seorang perempuan.
Posisi kami sekarang tidak jauh dari rumah Pak Ibban. Kami memilih rute sesuai yang diarah-arahkannya di chat. Kata Pak Ibban di seberang telepon, tidak lama lagi sampai. Pak Iman mengangguk-angguk usai diberitahu kami harus lewat sebelah mana. Rute yang diarahkan sebelumnya ditutup. Jadi, harus memilih rute yang lain, yang sedikit lebih jauh.
Pak Iman memutar stir. Putar balik di halaman warga yang luas.
Aku membuka galeri gawaiku. Aku ingin kembali mengingat momen pertama yang aku abadikan dua hari yang lalu, di kafe. Berulang kali aku memutar video itu sembari mengerjakan tugas kampus. Sekarang aku masih ingin mendengarnya lagi dan lagi.
Kebetulan aku tidak memakai headset. Pak Iman menanggapi. "Suaranya bagus."
"Iyalah, Pak. Buktinya kemarin semua pengunjung suka. Mahasiswinya sampai request lo."
"Kamu tidak sekalian request?"
"Pak Ibban terburu turun panggung. Tidak enak dong, Pak, kalau nyuruh balik."
"Untuk kamu apa, sih, Mbak yang tidak disanggupi." Pak Iman tersenyum menjahiliku.
"Mbak, makasih beberapa hari dibawakan makanan."
"Iya, Pak. Sama-sama. Ngomong-ngomong ini mana rumahnya?"
"Depan situ. Katanya Mas Ibban mau keluar nyamperin kita."
"Oke."
Kulihat Pak Ibban melambaikan tangan. Memberi aba-aba di mana Pak Iman harus memarkir mobilnya.
Pak Iman membuka kaca. Melongokkan kepalanya keluar. "Di situ?" teriaknya.
Pak Ibban mengangkat jempol.
"Mbak Rubi belum pernah ke sini?"
"Sekali. Tapi, lupa jalan."
Kami keluar dari mobil.
"Ibunya Pak Ibban di mana?"
"Itu di rumah. Mau mampir dulu?"
"Boleh boleh." Aku beralih tatap pada Pak Iman. "Pak, ke rumah Pak Ibban dulu, yuk!"
Pak Iman memandang Pak Ibban. "Masih lama mulainya?"
"Setengah jam lagi. Monggo kalau mau ke rumah."