*POV Fakharuddin Akhyar Al-Ameen
Tiga hari setelah ummi pingsan, ummi menagih janjiku yang akan mengajak ummi jalan-jalan ke luar kota. Aku menyaguhi janji itu dengan syarat ummi tidak perlu lagi memaksakan diri seperti sebelumnya. Dan, syukurlah ummi mau mendengarkan permintaanku.
Mbak ndalem, Mbak Ufi, sudah menyiapkan semua keperluan ummi, ageman (pakaian), mukena, dompet, obat darurat, dan apa pun yang sudah biasa dibawa ummi ketika bepergian jauh sudah disiapkan Mbak Ufi dalam satu koper. Dia membawa koper itu ke dekat mobil yang sudah kupanasi beberapa menit yang lalu.
"Le, koyone Ummi kok butuh dikancani mbak siji ae."
Terjemah: (Le, sepertinya Ummi kok butuh ditemani Mbak satu saja)
"Ummi pengen Mbak Ufi ikut?"
"Ufi bene neng omah."
Terjemah: (Ufi biar di rumah)
Umi menoleh. "Mbak Ufi, tulung sampeyan celukno Mbak Ulya. Cepet yo, Mbak! Pisan kon nggowo klambi. Aturono arep dijak Ummine dolan."
Terjemah: (Mbak Ufi, tolong kamu panggilkan Mbak Ulya. Cepat, ya, Mbak! Sekalian suruh bawa baju. Kasih tahu mau diajak Umminya dolan)
"Mi, cirose berdua?" (Mi, katanya berdua?)
"Ndak opo-opo. Wisto. Ndak usah ngeyel."
Terjemah: (Tidak apa-apa. Sudahlah. Tidak usah ngeyel)
Akhirnya, Mbak Ulya ikut kami jalan-jalan. Kami sudah pamit pada abah yang sedang menerima pasien yang meminta pengobatan ruhani. Tidak sempat sungkem. Abah hanya memberi isyarat dengan anggukan karena tiga pasien tengah antre dan tidak bisa diganggu.
***
"Mbak Ulya pengen kuliah neng ndi, Nduk?"
Terjemah: (Mbak Ulya pengen kuliah di mana Nduk?)
"Insyaallah ingkang celak kaleh griyo. Dateng UIN SATU Tulungagung, Mik."
Terjemah: (Insyaallah yang dekat dengan rumah. Di UIN SATU Tulungagung, Mik)
"Abahe sampeyan rakyo sehat?"
Terjemah: (Abahmu sehat, kan?)
"Alhamdulillah, Mik."
"Santrine tambah akeh?" (Santrinya tambah banyak?)
"Alhamdulillah. Tapi, tasek khatah mriki."
Terjemah: (Alhamdulillah. Tapi, masih banyak di sini)
"Mbak Ulya ini sebenarnya siapa?"
Yang kutanya diam saja.
"Santrine Ummi to, Le, Le. Piye sampeyan ki."