*POV Ranaa Hafizah
Ibuku memanggilku ketika masih di luar rumah. Langsung turun dari bentor, mencariku ada di mana. Aku melongokkan kepalaku dari sisi bingkai pintu sebelah kiri, menyambut ibuku dengan tatapan terheran-heran. Aku sedang menyapu. Tadi aku dan mbak pulang dulu karena ibuku pamitan akan membelikan sesuatu untuk Ratna.
"Ibu sudah dapat makanannya?"
Ibuku memberikannya padaku.
Tiba-tiba Ratna tadi pagi sebelum aku berangkat berpesan padaku, dia ingin makan soto. Dia sedang ngidam. Meskipun ibuku belum tahu soal kehamilannya, tetapi ibuku berkata akan membelikan jika sudah pulang dari pasar.
Aku mengambil alih dua bungkus soto.
Lalu, ibuku menunjukkan sesuatu yang lain. Ada lembaran uang merah di tangan ibuku. Jumlahnya tiga ratus ribu.
"Uang dari mana, Buk?"
"Tadi ada orang baik tiba-tiba memberikan ini pada Ibuk." Ibuku langsung memelukku.
"Sejak sampeyan ada di kehidupan Ibumu ini, Ibu merasa hidup Ibu merasa terus berkah. Kadang Ibu mendapatkan pertolongan yang datangnya tidak disangka-sangka," kata ibuku.
Bungsu menyahut. "Iya. Dari dulu sampek sekarang, nih, Ibu melulu gitu."
"Harusnya awakmu (kamu) syukur, Bungsu."
Bungsu mencebik.
Aku paham. Dua saudaraku tidak ada yang suka ketika ibuku memuji diriku. Entahlah apa yang membuat ibuku menspesialkan diriku. Padahal, selama ini aku merasa biasa saja.
Ibuku menarik tanganku. Menyuruhku menggenggam uang itu.
"Ini rejeki sampeyan. Sampeyan harus berangkat ke pondok, Nak. Nilai agamamu dulu selalu bagus."
"Terima kasih, Buk. Aku akan membujuk Ratna lagi."
Esok hari.
Aku benar-benar heran. Masih terbengong-bengong Mas Hakim berani pulang ke desanya. Untung saja Mas Hakim dan Pak Su belum sempat melihatku dan Ratna yang langsung terbirit-birit menjauh, balik arah.
Aku kembali ke rumah. Masuk kamar dan menutup pintunya rapat-rapat.
"Bagaimana, Ratna?"
Aku bisa melihat kekecauan di wajah itu. Ratna sedang tidak tenang.
"Aku akan berusaha mempercayainya. Aku percaya padamu."
Aku senang mendengar Ratna saguh ke pondok."
Tak berselang lama, aku mendengar seseorang mengetuk pintu depan. Dan, aku bisa mengenal persis suara itu milik siapa.
"Siapa?"
Mbak yang keluar menyapa.
"Ngapain lo?"
"Adikmu ada?"