Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #55

Tanda Tanya

*POV Ibban Nizami

"Ya Allah, ternyata dia perempuan yang..." Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku sendiri.

Padahal, aku punya rencana mengenalkannya pada ibuk secara langsung, entah kapan harinya. Setelah mengetahui kenyataan yang baru aku dengar, rasanya tidak mungkin. Ibuk tidak pernah ingin aku bersinggungan dengan apa pun dan siapa pun yang berkaitan dengan tempat larangan itu.

Aku juga terpaksa tidak bisa memenuhi permintaan Fizah dan Ratna karena mana mungkin aku membawa mereka ke pesantren. Aku membatalkan tawaran itu. Sungkan, tidak sopan, dan sudah tentu santri tidak pernah diajarkan membohongi gurunya sendiri. Harus menjelaskan seperti apa saat sowan menghadap kiai dan bu nyai. Untuk sementara, aku memutuskan membiarkan mereka pergi. Aku tidak akan sembrono memutuskan sesuatu saat masih terbawa emosi dan perasaan. Aku memperhatikan mereka sampai hilang dari jarak pandangku.

Aku pulang. Melaju kencang ke arah yang sama, mendahului langkah pelan mereka. Setiba di rumah, aku berupaya mencari solusi dengan mengambil kopi bubuk di dalam toples. Isinya masih sedikit, pemberian dari tetangga sebelah yang putranya sering datang memintaku mengajarinya mengerjakan tugas sekolah. Lima menit usai menyeduh. Aku membawanya ke ruang tamu.

Dengan pintu sedikit terbuka, aku duduk menyelonjorkan kaki ke atas kursi di sampingku. Lalu, menyeruput sedikit kopiku yang masih sangat panas. Seandainya ada baristanya yang tengah duduk di depanku. Menungguku menghabiskan kopi buatannya.

Aku mulai berpikir bagaimana caranya aku mendapatkan calon istri yang salihah, sesuai hati nuraiku dan keinginan ibuk. Mungkin sudah cukup aku memegang wasiat ayah yang menginginkanku fokus mematangkan ilmu. Tetapi, ilmu dan usiaku kupikir sudah lebih dari cukup menjadi bekal mengarungi bahtera rumah tangga bersama perempuan yang kudamba. Setelah kupikir Fizah adalah perempuan yang mungkin di masa depan dia akan menjadi perempuan yang pantas, rupanya aku dihadapkan dengan kejujuran yang lain. Harapanku tiga sampai empat tahun ke depan, aku akan menikahinya luntur seketika sesaat setelah mendengar pernyataan yang terdesak dari mulutnya.

Aku tidak tahu sudah sejauh mana dia telah bermain-main dengan banyak pria, entah dia benar-benar menginginkannya atau tidak. Aku juga tidak tahu apakah dia masih suci atau tidak. Yang jelas kemungkinannya sangat dekat dengan keburukan. Dalam bayanganku, aku hanya ingin menikah dengan perempuan yang kesuciannya benar-benar terjaga.

"Astagfirullah. Aku sudah jauh berprasangka buruk."

Bisikan lain mengatakan aku salah jika meninggalkan mereka berdua terkatung-katung di jalanan. Aku kembali menyeruput kopi yang sudah tidak sepanas tadi.

"Apa sebaiknya aku mencarikan kontrakan di luar kota? Tapi, kemungkinannya itu tetap tidak aman. Pria seperti mereka akan terus mencari sampai dapat," batinku.

Bisikan demi bisikan menyuruhku untuk mengasihani mereka.

"Fizah dan Ratna juga akan ikut tertangkap jika aku melaporkannya ke polisi. Kenapa kalian bisa sampai di tempat seperti itu?" Aku menghela napas.

"Apa Bu Mini sudah tahu?"

Lihat selengkapnya