Gadis Kolong Sampah

Kuni 'Umdatun Nasikah
Chapter #56

Di Meja Makan

*POV Rubia El-Hazimah


"Assalamu'alaikum?"

Aku, papa, dan Mama langsung bangkit seraya kompak menjawab salam. "Wa'alaikumussalam."

"Selamat datang. Ayo silakan duduk, Mas!" Papa menyapa lebih dulu.

Aku dan mama pun mengikuti gerak duduk papa dan Pak Ibban.

"Sudah berapa kali datang ke sini?"

"Masih tiga kali."

"Iya? Om tahunya masih dua kali ini. Itu pas kemarin di perayaan ulang tahunnya Rubi dan makam sederhana malam ini. Sehat?"

"Alhamdulillah."

Papa menoleh ke mama. Mengisyaratkan sesuatu. Lantas, mama pun mengajak semuanya orang ke ruang makan. Papa dan Pak Ibban berada di depanku dan mama.

"Paling njenengan sekarang bertanya-tanya, kan?" batinku. Aku tersenyum sendiri.

"Silakan duduk!" ucap mama.

Ketika semua orang sudah duduk menghadap piring masing-masing, Pak Ibban mulai menanyakan sesuatu, "Maaf, ini sebetulnya ada apa, ya?"

"Dibicarakan nanti saja. Sekarang makanannya disantap dulu. Tadi yang masak Rubi dan Mamanya. Enak, kan, masakan Rubi? Om dengar dari Rubi kamu sudah biasa makan dari bekal yang dibawakan Rubi di kampus?"

Pak Ibban tersenyum kaku. "Iya, Om. Alhamdulillah."

Kukira Pak Ibban akan memujiku di depan papa. Aku ingin menertawakan diriku sendiri. Aku bisa melihat kecanggungannya malam ini.

"Maaf, saya kira acaranya tidak hanya saya saja yang diundang," katanya kemudian. Menatap papa dan mama bergantian.

"Sejujurnya kami memang ingin membicarakan hal penting. Tapi, alangkah lebih baik makan dulu. Ayo, Mas Ibban makannya yang banyak. Tidak usah sungkan-sungkan."

Papa sudah mendahului mengambil nasi. Lalu, mengisyaratkan ayunan tangan supaya Pak Ibban mengikuti. Dan, dia pun mengambil nasi dua entong. Otomatis mama tersenyum.

"Tadi jadi ke rumah Bu Mini, Pak?" tanya sembari mengambil tumis kangkung udang kesukaan papa.

"Ya jadi. Sebentar." Pak Ibban hanya mengambil capjay dan bakwan jagungnya.

"Bakwan enaknya dimakan dengan sayur bobor, Pak. Kalau kata orang sini, ya, namanya bobor."

Adikku datang belakangan. Langsung duduk tidak menyapa Pak Ibban.

"Dek, salaman dulu napa," kataku.

Karena berdampingan dengan Pak Ibban, dia langsung mengulurkan tangannya. Mencium punggung tangan Pak Ibban tanpa tersenyum.

Lihat selengkapnya